Skip to main content

Featured

[ID] Jejak Rasa Surabaya, Kuliner yang Tak Lekang Waktu (Bagian 2)

Perjalanan wisata kuliner di Surabaya begitu bervariasi, dari institusi legendaris hingga warung kaki lima yang dicintai banyak orang. Setelah mencicipi sambal pedas dan udang goreng renyah di Depot Bu Rudy, menikmati gurihnya bebek goreng di Bebek Palupi, serta merasakan nasi mawut krengsengan ala Pak Kumis, perjalanan saya berlanjut ke tiga favorit lainnya: ayam goreng kampung khas Ayam Goreng President, suasana nostalgia kopitiam di Kedai Ciamso, dan segarnya Es Teler Tanjung Anom. Masing-masing menghadirkan cita rasa dari jiwa kuliner kota ini yang berbeda-beda, namun bersama-sama mereka menunjukkan bagaimana Surabaya meramu tradisi, kenangan, dan kenyamanan sehari-hari dalam budaya makannya. Ayam goreng yang disajikan dengan sambal pedas, kecap manis, dan nasi hangat adalah hidangan pilihan saya Ayam Goreng President Legenda Ayam Goreng Meski Surabaya dikenal dengan sejumlah rumah makan yang menjual bebek goreng yang ikonik, kota ini juga memiliki sejumlah tempat yang tersohor den...

[ID] Gerbang Megah Bangkok dan Perjalanan Pulang dari Bandara Suvarnabhumi

Perjalanan Menuju Bandara Suvarnabhumi dengan Airport Rail Link

Sudah cukup sejak terakhir kali saya terbang bersama Thai Airways, jadi saya merasa cukup antusias karena bisa kembali menggunakan layanan maskapai yang juga merupakan maskapai penerbangan nasional Thailand ini. Dari hub utamanya di Bandara Suvarnabhumi, penerbangan berdurasi tiga setengah jam ini akan membawa saya langsung menuju Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta. Pada awalnya, saya berencana untuk naik BTS dari Stasiun Krung Thonburi yang berada persis di depan hotel menuju Stasiun Phaya Thai. Dari sana, jalur BTS Sukhumvit terhubung langsung dengan Airport Rail Link yang mengantarkan penumpang dari pusat kota menuju Bandara Suvarnabhumi. Namun, karena saldo kartu Rabbit saya sudah habis dan koper terasa jauh lebih berat dari perkiraan, berkat belanja camilan dan suvenir di Big C beberapa hari sebelumnya, saya pun memutuskan untuk memesan taksi daring lewat aplikasi langsung ke Stasiun Phaya Thai. Setibanya di sana, saya membeli tiket Airport Rail Link dari mesin otomatis. Kereta bandaranya datang tepat waktu, dan gerbongnya terasa seperti kereta mass rapid transit pada umumnya, tak jauh berbeda dengan BTS. Kurang dari setengah jam, jalur layang sepanjang 28,6 km yang dibuka sejak 2010 ini membawa saya melewati beberapa stasiun pemberhentian sebelum akhirnya tiba di stasiun bawah tanah Bandara Suvarnabhumi.

Kompleks terminal Bandara Suvarnabhumi yang modern ini memanfaatkan dinding kaca dengan kerangka baja

Bandara utama Thailand ini mulai beroperasi tahun 2006 dan kini menjadi salah satu bandara paling sibuk di dunia

Gerbang Utama Thailand, Bandara Internasional Suvarnabhumi 

Bandara Suvarnabhumi merupakan pintu gerbang internasional utama Thailand yang melayani ibu kota Bangkok—meski secara geografis terletak di Provinsi Samut Prakan, tepat di luar batas kota. Bangkok memiliki satu bandara internasional lainnya, yaitu Don Mueang (DMK), yang lebih tua dan kini sebagian besar digunakan oleh maskapai berbiaya rendah serta penerbangan domestik. Berbeda dengan Don Mueang, Suvarnabhumi (BKK) adalah salah satu bandara terbesar dan tersibuk di kawasan Asia Tenggara. Bandara ini memegang rekor sebagai bandara dengan konektivitas maskapai terbanyak di dunia, dilayani oleh 113 maskapai dan mengungguli bandara besar lain seperti Paris Charles de Gaulle dan Dubai International.

Pembangunan bandara ini dimulai pada tahun 1996, namun sempat tertunda selama beberapa tahun akibat masalah keuangan, kendala teknis, dan tuduhan korupsi. Setelah melalui perjalanan panjang, bandara ini akhirnya resmi dibuka pada tahun 2006. Nama “Suvarnabhumi” diberikan oleh Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX). Berasal dari bahasa Sanskerta, namanya berarti “Tanah Emas” yang terinspirasi dari penyebutan kuno dalam teks-teks Buddha dan Hindu tentang sebuah wilayah makmur di Asia Tenggara. Nama ini juga mencerminkan peran historis Thailand sebagai pusat perdagangan dan budaya yang telah menyambut para pelancong dan pedagang dari berbagai penjuru Asia selama berabad-abad.

Penggambaran Samudra Manthana ini menjadi karya seni yang menarik perhatian di terminal keberangkatan

Bandara ini terkoneksi dengan maskapai penerbangan dengan jumlah terbanyak di seluruh dunia

Menjelajahi Terminal Keberangkatan Internasional

Sambil menunggu untuk masuk ke dalam pesawat, saya sempat berkeliling di Terminal Keberangkatan Internasional Bandara Suvarnabhumi. Dirancang oleh arsitek Jerman-Amerika Helmut Jahn, kompleks terminal penumpang ini memadukan arsitektur modernis dengan sentuhan budaya Thailand. Dinding kaca raksasa dan rangka baja yang membentang lebar membuat cahaya alami masuk dengan leluasa, menciptakan kesan lapang, sementara detail ornamen halus memberi penghormatan pada warisan budaya negeri ini. Tepat setelah melewati area Imigrasi dan pemeriksaan keamanan, berdirilah sebuah patung bergaya Thai yang mencuri perhatian: Samudra Manthana, atau “Pengadukan Samudra Susu,” dari mitologi Hindu. Karya seni ini menggambarkan para Devas (Dewa) dan Asura (iblis) yang menggunakan ular Vasuki dan Gunung Mandara untuk mengaduk lautan demi memperoleh Amrita, nektar keabadian. Patung ini menjadi salah satu pusat perhatian yang paling banyak difoto di Bandara Suvarnabhumi, memberikan kesan yang kuat akan kekayaan budaya Thailand kepada para pelancong internasional. 

Selain karya seni yang memukau tersebut, area keberangkatan internasional juga dipenuhi butik merek-merek mewah, berbagai pilihan restoran, serta deretan toko bebas bea cukai (duty-free) yang dikelola oleh King Power, perusahaan duty-free terbesar di Thailand. Saat membeli beberapa camilan tambahan di toko bebas bea cukai, mata saya tertuju pada sebuah boneka Moo Deng, dan saya langsung memutuskan untuk membawanya pulang. Boneka ini terinspirasi dari kuda nil kerdil yang viral dan menjadi penghuni favorit Khao Kheow Open Zoo di Si Racha, Chonburi, berkat kepribadiannya yang menggemaskan dan penuh gaya. Rasanya sayang jika melewatkan kesempatan untuk memiliki suvenir dari “selebriti kecil” yang begitu dicintai ini.

Penerbangan dari BKK ke JKT dengan Thai Airways ini menggunakan pesawat Airbus dengan logo Star Alliance

Saat pesawat akan bergerak meninggalkan terminal keberangkatan, awan mendung tampak semakin gelap

Perjalanan Pulang yang Berkesan

Setibanya di gate keberangkatan, saya mengetahui bahwa penerbangan saya akan menggunakan Airbus A350-900, pesawat berbadan lebar yang mampu mengangkut lebih dari 300 penumpang. Lebih istimewa lagi, pesawat ini ternyata salah satu dari hanya dua armada Thai Airways yang mengenakan livery khusus Star Alliance. Penerbangan sore itu penuh, dan sebagian besar penumpangnya adalah wisatawan asal Indonesia yang kembali dari liburan di Thailand. Meski langit sejak pagi agak mendung, matahari masih terasa terik. Namun saat penumpang mulai naik pesawat, awan gelap menebal, dan hujan deras mengguyur bandara tepat ketika pesawat mulai berjalan menuju landasan pacu. Meski begitu, penerbangan tetap berlangsung sesuai rencana, hanya tertunda sekitar 15 menit. Setelah lepas landas, pesawat dengan cepat menembus awan badai dan disambut hamparan langit biru yang tenang — menandai awal perjalanan pulang yang nyaman.

Penerbangan berlangsung mulus, dengan sistem hiburan di dalam pesawat yang menawarkan beragam pilihan film, serial TV, dan musik untuk menemani para penumpang. Tak lama setelah lepas landas, makan siang dibagikan — Thipsamai Chicken Pad Thai dalam kotak, sebuah penghormatan kepada salah satu ikon kuliner jalanan paling terkenal di Bangkok. Hidangan ini disajikan bersama salad segar, roti, dan dessert khas Thailand yang lembut dengan irisan kelapa serta jelly. Rasanya autentik dan memuaskan, menjadi pengingat akan cita rasa Bangkok yang baru saja saya tinggalkan. Awak kabin ramah dan sigap, benar-benar mencerminkan reputasi Thai Airways sebagai maskapai dengan layanan hangat dan penuh keramahan, yang membuat perjalanan pulang ini semakin menyenangkan.

Untuk makan siang, tersedia padthai ayam dari Thipsamai, salah satu restoran legendaris di Bangkok

Dari jendela tampak lingkaran cahaya menyerupai pelangi yang mengelilingi bayangan pesawat ini di awan

Momen Tak Terlupakan di Udara

Di sela-sela santap siang dan hiburan di layar, pandangan saya tertuju pada sesuatu yang tak biasa di luar jendela — bayangan pesawat kami yang terproyeksi di permukaan awan, dilingkari sempurna oleh halo pelangi. Fenomena ini dikenal sebagai glory, dan ketika berpadu dengan bayangan pesawat yang terlihat jelas, disebut Brocken spectre, sebuah pemandangan langka dan menakjubkan yang paling indah dinikmati dari udara. Momen seperti ini mengingatkan bahwa perjalanan bukan hanya soal tujuan akhir atau objek wisata, tetapi juga tentang prosesnya — potongan-potongan waktu di antaranya yang membuat pengalaman semakin berkesan. Seperti kata Ursula K. Le Guin, “It is good to have an end to journey toward; but it is the journey that matters, in the end.”

Meski dijadwalkan menempuh perjalanan tiga setengah jam, penerbangan ini mendarat di Jakarta tiga puluh menit lebih awal dari jadwal. Saat menjejakkan kaki kembali di Indonesia, kelembapan khas menyambut seperti pelukan hangat kampung halaman. Liburan singkat ke Bangkok kali ini terasa begitu padat dengan rasa, budaya, dan petualangan kecil — mulai dari layover panjang di Singapura yang berubah menjadi tur kilat, menjelajahi spot-spot baru di Bangkok, hingga perjalanan sehari ke provinsi tetangga, Samut Prakan. Dengan koper yang jauh lebih berat dan galeri ponsel yang penuh, saya kembali ke Jakarta dengan pikiran yang segar, sambil diam-diam mulai merancang liburan berikutnya.



Bandara Suvarnabhumi
IATA: BKK

Lokasi  999 Mhoo 1, Nong Prue, Bang Phli District, Samut Prakan, Thailand





Comments