Skip to main content

Featured

[ID] Jejak Rasa Surabaya, Kuliner yang Tak Lekang Waktu (Bagian 2)

Perjalanan wisata kuliner di Surabaya begitu bervariasi, dari institusi legendaris hingga warung kaki lima yang dicintai banyak orang. Setelah mencicipi sambal pedas dan udang goreng renyah di Depot Bu Rudy, menikmati gurihnya bebek goreng di Bebek Palupi, serta merasakan nasi mawut krengsengan ala Pak Kumis, perjalanan saya berlanjut ke tiga favorit lainnya: ayam goreng kampung khas Ayam Goreng President, suasana nostalgia kopitiam di Kedai Ciamso, dan segarnya Es Teler Tanjung Anom. Masing-masing menghadirkan cita rasa dari jiwa kuliner kota ini yang berbeda-beda, namun bersama-sama mereka menunjukkan bagaimana Surabaya meramu tradisi, kenangan, dan kenyamanan sehari-hari dalam budaya makannya. Ayam goreng yang disajikan dengan sambal pedas, kecap manis, dan nasi hangat adalah hidangan pilihan saya Ayam Goreng President Legenda Ayam Goreng Meski Surabaya dikenal dengan sejumlah rumah makan yang menjual bebek goreng yang ikonik, kota ini juga memiliki sejumlah tempat yang tersohor den...

[ID] Balai Pemuda Surabaya dan Warisan Kolonial yang Hidup di Tengah Kota

Kota Surabaya Yang Penuh Kenangan

Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta, adalah kota bersejarah dan sarat budaya yang selalu hidup. Sebagai ibu kota Jawa Timur yang juga merupakan salah satu provinsi terpadat di Indonesia, Surabaya telah lama memainkan peran penting dalam membentuk identitas bangsa. Bagi saya, Surabaya bukan hanya kota bersejarah, tetapi juga kota yang penuh dengan kenangan pribadi. Di sinilah saya menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan memulai karier sebelum akhirnya pindah ke Jakarta.

Awal tahun ini, saya menyempatkan diri untuk melakukan perjalanan singkat kembali ke Surabaya dan menjelajahi beberapa bagian kota. Kenangan lama seakan kembali hadir saat saya menyusuri jalan-jalan yang familiar, mengenali beberapa bangunan dan lokasi di sepanjang jalan, sekaligus mengagumi berbagai perubahan yang terjadi setelah saya meninggalkan kota ini selama satu dekade. Dari kunjungan ke rumah kos di kawasan Ngagel—tempat saya tinggal selama bertahun-tahun, disertai pertemuan haru dengan ibu kos lama—hingga berjalan di dalam Pusat Perbelanjaan Tunjungan Plaza yang kini semakin luas, perjalanan singkat itu ternyata menjadi momen yang sangat berkesan.

Sejarah Balai Pemuda berawal dari Simpangsche Societeit, klub eksklusif warga Eropa di Hindia Belanda

Bangunan dengan kubah ikonik ini ditancang oleh Westmaes dan dibangun pada tahun 1907 

Balai Pemuda, Ikon Kota Yang Bersejarah

Salah satu tempat yang saya kunjungi kembali adalah Balai Pemuda, sebuah gedung yang sudah akrab bagi saya selama beberapa belas tahun tinggal di Surabaya. Bangunan ini berdiri di sudut Jalan Gubernur Suryo dan Jalan Pemuda, tepat di jantung kawasan kolonial kota. Meski telah mengalami berbagai revitalisasi, pesona warisan budayanya tetap terasa dan kini menjadi ruang pertemuan yang hidup bagi penggiat seni, anak muda, dan komunitas kota. Lebih dari sekadar ikon budaya, Balai Pemuda bagi saya juga menyimpan kenangan pribadi di mana kantor pertama saya dulu hanya berjarak beberapa langkah dari bangunan ini, menjadikannya bagian dari keseharian saya di masa awal bekerja saat itu. Sebelum direvitalisasi, Balai Pemuda juga pernah menjadi lokasi Surabaya 21, sebuah bioskop yang menjadi bagian dari kenangan warga kota termasuk saya sendiri.

Balai Pemuda memiliki sejarah yang panjang di mana bangunan ini pertama kali berdiri pada tahun 1907 dengan nama Simpangsche Societeit, sebuah klub kolonial yang diperuntukkan bagi kalangan elit Eropa, khususnya masyarakat Belanda, di kawasan Simpang. Kawasan ini sejak masa Hindia Belanda memang menjadi pusat pemerintahan di wilayah kota Surabaya, dengan hadirnya bangunan penting seperti Balai Kota Surabaya yang selesai dibangun pada tahun 1927 dan Gedung Grahadi yang bahkan sudah berdiri sejak tahun 1795, yang hingga kini masih digunakan sebagai kantor Gubernur Jawa Timur. Bangunan-bangunan tersebut membentuk pusat pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Surabaya, dengan Simpangsche Societeit sebagai simbol eksklusivitas dengan gaya hidup kolonial Eropa. Setelah Indonesia merdeka, gedung ini berubah fungsi dan nama menjadi Balai Pemuda—sebuah pergeseran makna yang mendalam, dari klub kolonial tertutup menjadi ruang terbuka bagi ekspresi seni, kreativitas, dan kehidupan masyarakat kota.

Sejak direvitaslisasi pada tahun 2020, Alun-Alun Surabaya kini menjadi pusat budaya dan seni di Surabaya

Kompleks ini juga menjadi lokasi dari Masjid As-Sakinah dan Gedung DPRD Surabaya 

Peran Balai Pemuda dalam Perjuangan Para Pemuda

Pada tahun 1945, setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, gedung ini direbut oleh para pemuda Surabaya yang tergabung dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI). Balai Pemuda kemudian dijadikan markas perjuangan rakyat dan menjadi titik kumpul dalam perlawanan terhadap upaya Belanda untuk kembali menguasai Indonesia. Peran pentingnya terlihat jelas dalam Pertempuran Surabaya, November 1945, ketika semangat pemuda menjadikan gedung ini simbol perlawanan. Dari sinilah nama Balai Pemuda lahir, sebuah “Gedung Pemuda” yang hingga kini tetap melekat. Bangunan yang dahulu menjadi lambang eksklusivitas kolonial, perlahan berubah menjadi ruang hiburan dan kebersamaan bagi masyarakat Surabaya.

Arsitektur dan Gaya Bangunan

Balai Pemuda dirancang oleh arsitek Belanda bernama Westmaes, dan menjadi salah satu bangunan pertama di Surabaya yang menggunakan konstruksi rangka baja. Kubah mahkota ikoniknya mencerminkan pengaruh kuat gaya Gothic Eropa, dipadukan dengan pendekatan New Indies yang menyesuaikan desain dengan iklim tropis Surabaya. Bangunan asli yang selesai pada 1907 sebagai Simpangsche Societeit menampilkan lengkungan tinggi, fasad berornamen, serta ruangan yang luas yang menjadi ciri khas klub sosial Eropa pada masa itu. Kemudian, pada 1929, ditambahkan sayap baru dengan gaya arsitektur yang lebih modern. Perpaduan ini menciptakan kontras menarik antara desain kolonial bergaya Gothic dengan garis-garis bersih dari tambahan yang lebih modern, menjadikan Balai Pemuda unik dalam lanskap arsitektur kota.

Perpustakaan Kota Surabaya ini buka setiap hari dari jam 8 pagi hingga jam 7 malam

Setelah sempat tertabrak mobil, air mancur di perempatan yang ramai ini kembali menghiasi jalan raya

Revitalisasi dan Peran Baru Alun-Alun Surabaya

Dalam beberapa tahun terakhir, Balai Pemuda kembali mengambil peran penting dalam lanskap kota Surabaya. Pada 17 Agustus 2020, bertepatan dengan peringatan 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Wali Kota saat itu Tri Rismaharini meresmikan kembali kompleks Alun-Alun Surabaya, dengan Balai Pemuda sebagai pusatnya. Revitalisasi ini mengubah kawasan tersebut menjadi ruang publik yang hidup, dirancang untuk melayani warga maupun pengunjung. Kini, kompleks ini memiliki ruang bawah tanah multifungsi yang digunakan untuk pertunjukan, pameran, dan kegiatan komunitas. Di atasnya, plaza dan ruang terbuka sering menjadi panggung bagi pertunjukan seni, acara tradisional, dan aktivitas anak muda sehingga meneruskan warisan Balai Pemuda sebagai pusat aktivitas dan kreativitas generasi muda. Perpaduan antara arsitektur bersejarah dan fasilitas modern mencerminkan komitmen Surabaya untuk menjaga masa lalu sekaligus menyambut masa depan.

Fasilitas di Dalam Kompleks Alun-Alun Surabaya

Di dalam kompleks Balai Pemuda terdapat sejumlah fasilitas yang memperkaya fungsinya, di antaranya:

  • Dewan Kesenian Kota Surabaya (DKKS) – ruang bagi seniman dan komunitas budaya untuk berkarya, berdiskusi, dan merayakan semangat kreatif kota.
  • Perpustakaan Kota Surabaya – berdiri di belakang bangunan utama, tepat di atas ruang bawah tanah, menyediakan lingkungan modern untuk belajar dan akses pengetahuan publik.
  • Rumah Bahasa Surabaya – menawarkan pendidikan bahasa gratis bagi warga dan pekerja, mulai dari bahasa asing hingga bahasa isyarat, membuka peluang keterhubungan global.
  • Pusat Informasi Pariwisata Surabaya (Surabaya Tourism Information Center) – menjadikan Balai Pemuda bukan hanya landmark budaya, tetapi juga pusat edukasi, kreativitas, dan koneksi masyarakat.

Revitalsasi Alun-Alun Surabaya juga menghadirkan ruang multifungsi bawah tanah seluas 3.000 meter persegi ini

Lokasi ini sering menjadi galeri seni dan ruang pameran tematik bagi karya seni warga Surabaya

Penutup

Kunjungan singkat saya ke Surabaya kembali mengingatkan bahwa sebuah kota tidak pernah berhenti bertumbuh, namun tetap menyimpan kenangan bagi mereka yang pernah menjadikannya tempat tinggal. Balai Pemuda, dengan berbagai sejarahnya sejak masa kolonial hingga perannya kini dalam kompleks Alun-Alun Surabaya yang direvitalisasi, menjadi simbol kesinambungan sekaligus perubahan. Berdiri di tengah kompleks bersejarah itu, saya merasakan bagaimana warisan masa lalu berpadu dengan kehidupan kota masa kini. Bagi saya, kembali ke Balai Pemuda bukan sekadar menapaktilasi jejak lama di Surabaya, tetapi juga menyaksikan bagaimana kota ini terus menghormati sejarahnya sambil merangkul masa depan. Sebuah pengingat bahwa tempat, sama seperti manusia, menyimpan cerita yang selalu layak untuk dikenang dan dikunjungi kembali.


Balai Pemuda Surabaya
Alun-Alun Surabaya

Lokasi Jalan Gubernur Suryo No 15, Genteng, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia 

Jadwal Operasional
Setiap hari, 07:00 WIB – 21:00 WIB 
*Harap diperhatikan bahwa tiap fasilitas kemungkinan memiliki jam buka yang berbeda 

Tiket Masuk
Gratis



 

Comments