[ID] Naik Kereta ke Malang dan Nikmati Pemandangan Sepanjang Jalan
Malang, Kota Yang Selalu Menjadi Kampung Halaman
Meski kini saya tinggal di Jakarta, kota Malang akan selalu menjadi rumah bagi saya. Saya lahir di kota yang terletak di Jawa Timur ini—kota terbesar kedua setelah Surabaya, sekaligus pusat ekonomi ketiga terbesar di propinsi ini setelah Surabaya dan Kediri. Hingga kini, jiwa dan semangat kota Malang senantiasa bersama saya ke mana pun saya melangkah. Wilayah Malang Raya, yang juga mencakup Kota Batu dan Kabupaten Malang, dihuni lebih dari 3 juta jiwa. Sementara itu, Kota Malang sendiri memiliki sekitar 800 ribu penduduk.
Namun, bukan hanya ukuran dan kekuatan ekonominya yang membuat Malang istimewa. Kota ini menjadi salah satu destinasi wisata domestik favorit di Pulau Jawa. Udara sejuk khas pegunungan yang menyelimuti Malang menjadi penyejuk, kontras dengan panas tropis di banyak kota besar lainnya. Sejak masa Hindia Belanda, Malang dibentuk sebagai kota resort kolonial, dengan boulevard dan vila yang masih memantulkan jejak gaya hidup Eropa di tengah pesona dataran tinggi Jawa Timur. Dikelilingi pegunungan dari hampir setiap sisi, Malang menawarkan panorama indah sekaligus ketenangan yang membuat wisatawan kembali lagi dari tahun ke tahun. Perpaduan antara skala kota yang besar dan suasana yang intim menjadikan Malang destinasi yang selalu menarik untuk dikunjungi kembali.
| Stasiun Gambir dan Monas, dua ikon saksi perjalanan panjang yang membentuk wajah ibu kota |
| Perjalanan PT KAI dalam menghadirkan kenyamanan dan pelayanan semakin berkembang dari waktu ke waktu |
Perjalanan Menuju Kota Malang
| Perjalanan kereta ke timur Jawa melewati berbagai stasiun dengan karakternya masing-masing |
| Hamparan sawah hijau terlihat dari jendela, sebagai pembuktian kesuburan tanah Pulau Jawa |
Panorama Pulau Jawa dari Jendela Kereta
Melalui jendela kereta yang lebar, penumpang disuguhi panorama khas Pulau Jawa. Jalur perjalanan melewati hiruk-pikuk kota besar, perkampungan padat yang berdiri rapat di samping rel, hingga hamparan sawah hijau yang luas. Jembatan-jembatan membentang di atas sungai dan jurang, sementara terowongan bersejarah yang beberapa dibangun sejak masa kolonial, menambah nuansa warisan budaya dalam perjalanan panjang menuju Malang. Setiap pemandangan seolah mengingatkan bahwa perjalanan ini bukan sekadar menuju Malang, melainkan juga menyaksikan jiwa Pulau Jawa sepanjang jalan.
Seperti halnya kondisi kereta, banyak stasiun di jalur ini juga telah mengalami pembaruan dari waktu ke waktu, meski sebagian besar awalnya dibangun pada era Hindia Belanda. Stasiun Gambir di Jakarta Pusat, misalnya, pertama kali dibuka pada tahun 1871 dengan nama Stasiun Weltevreden. Stasiun Malang—sering disebut Malang Kota untuk membedakannya dari Stasiun Malang Kota Lama yang berada di kawasan lama kota—menyusul pada tahun 1879, dan sejak itu menjadi gerbang utama menuju kota. Pada tahun 2019, sebuah bangunan stasiun modern berdiri di sisi timur jalur kereta untuk melayani arus penumpang ke kota Malang yang semakin meningkat. Namun, bangunan stasiun lama tetap digunakan, diam-diam menjaga warisan perjalanan kereta api yang telah membentuk sejarah kota selama beberapa generasi.
| Balai Kota Malang dan Monumen Tugu menyambut para pelancong dengan keanggunan warisan kolonialnya |
| Di tepi sungai, Kampung Warna-Warni menampilkan rumah sebagai mozaik cerah yang memikat |
Stasiun Malang sebegai Gerbang Menuju Kota
Sebagai pintu masuk utama ke Malang, stasiun ini terutama bangunan lamanya berdiri dekat dengan pusat kota. Jaraknya bahkan kurang dari lima menit berjalan kaki menuju Balai Kota Malang dan Alun-Alun Tugu, bundaran yang menjadi lokasi monumen resmi kota sekaligus simbol identitas Kota Malang. Di sekitar stasiun, pengunjung dapat menemukan sejumlah kios dan depot yang menjajakan kuliner lokal, serta tak jauh pula terdapat Kampung Warna Warni Jodipan, desa pelangi yang kini menjadi salah satu spot foto paling populer di Malang. Karena letaknya yang bersebelahan dengan pusat kota, wisatawan dapat dengan mudah menjelajahi Kota Malang setelah tiba dengan kereta api. Meski transportasi umum terbatas, layanan Grab dan Gojek hadir sebagai pilihan praktis dan dapat diandalkan untuk berkeliling.
Baik memilih kelas ekonomi maupun eksekutif, perjalanan kereta menuju Malang menawarkan lebih dari sekadar transportasi—ia memberi kenangan yang berkesan. Dari stasiun peninggalan kolonial, dari hiruk-pikuk kota hingga udara pegunungan yang sejuk, dari jembatan yang tinggi hingga terowongan yang gelap, perjalanan ini menangkap keragaman Jawa yang berubah-ubah dalam satu lintasan. Dan pada ujung rel, Malang menanti, siap menyambut para pelancong dengan warisan, kehangatan, dan pesonanya.
Comments
Post a Comment