Skip to main content

Featured

[ID] Som Tam di Tiap Sudut Bangkok, Pengalaman Kuliner yang Segar dan Seru

Makanan Thailand Favorit Saya Beberapa tahun lalu, saya sempat tinggal di Thailand selama beberapa bulan, dan sejak itu saya cukup akrab dengan cita rasa khas masakan Thailand. Meskipun secara umum profil rasanya tidak jauh berbeda dari hidangan Indonesia atau Asia Tenggara lainnya, selalu ada sesuatu yang istimewa saat kembali ke Thailand dan menikmati langsung kekayaan kulinernya.  Di Jakarta sendiri, makanan Thailand cukup mudah ditemukan di mana banyak pusat perbelanjaan besar yang memiliki setidaknya satu restoran Thailand. Sebagian besar restoran ini bahkan dengan bangga menampilkan sertifikasi “Thai Select”, sebuah penanda resmi dari Kementerian Perdagangan Thailand yang menjamin keaslian cita rasa dan pengalaman bersantap, baik di dalam maupun luar negeri.  Namun, makanan bukan hanya soal rasa. Suasana, pemandangan, dan bunyi-bunyian di sekitar juga memberi pengalaman tersendiri saat menyantapnya. Itulah mengapa saya begitu antusias menyambut perjalanan saya ke Bangkok...

[ID] Gereja Bunda Hati Kudus, Keteguhan Iman di Tengah Pergolakan Jakarta

Sebagaimana telah dijelaskan di postingan sebelumnya, Paroki Grogol merupakan hasil pemekaran dari Paroki Kemakmuran yang lebih dulu berdiri. Meskipun berlokasi di wilayah Jakarta Pusat, secara administratif Paroki Kemakmuran di Keuskupan Agung Jakarta masih tergabung dalam Dekenat Jakarta Barat I. Sama seperti Paroki Grogol dan Paroki Kedoya, paroki ini juga berada di bawah pelayanan para pastor Misionaris Hati Kudus Yesus (Latin: Missionarii Sacratissimi Cordis, MSC). Bahkan, sejak awal pendirian, paroki ini berawal dari inisiatif seorang pastor MSC, yaitu Pastor Anton Bröcker, MSC, yang membeli sebuah rumah di Jalan Chaulanweg (kini dikenal sebagai Jalan KH Hasyim Ashari). Pada tahun 1938, Petrus Johannes Willekens, S.J., selaku Vikaris Apostolik Batavia kala itu, secara resmi menyerahkan reksa pastoral paroki ini kepada Kongregasi MSC. Pada saat itu, gereja ini dinamakan Onze Lieve Vrouw van het Heilig Hart, atau Bunda Hati Kudus. Pembangunan gedung gereja baru dimulai beberapa dekade kemudian, tepatnya pada tahun 1964, dan tiga tahun kemudian gereja ini diresmikan serta diberkati oleh Uskup Agung Jakarta, Adrianus Djajasepoetra, S.J., pada tanggal 30 Juli 1967.

Kongregasi MSC memiliki keterkaitan erat dengan paroki ini sejak awal pendiriannya

Gereja ini terletak di samping Sekolah Katolik Tarsisius di Petojo, Jakarta Pusat

Pemberian nama Bunda Hati Kudus memiliki keterkaitan sejarah yang mendalam dengan Kongregasi MSC yang sejak awal melayani paroki ini. Gelar bagi Santa Perawan Maria ini pertama kali diperkenalkan dan dipopulerkan pada abad ke-19 oleh Pastor Jules Chevalier, pendiri Kongregasi Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC). Di tengah situasi sosial dan spiritual yang kacau akibat Revolusi Prancis, Pastor Chevalier meyakini bahwa devosi kepada Hati Kudus Yesus—dan pada saat bersamaan, devosi kepada Bunda Maria—dapat menjadi jalan bagi harapan dan pemulihan dunia yang dilanda konflik. Setelah mendirikan Kongregasi MSC di Issoudun, Prancis, pada tahun 1857, beliau memilih gelar Maria Bunda Hati Kudus untuk menekankan peranan penting Maria dalam menuntun umat manusia lebih dekat kepada Putranya. Berbeda dari banyak gelar lainnya yang menekankan kebaikan pribadi Maria atau penampakannya, gelar ini menggambarkan Maria sebagai sosok yang menunjukkan Hati Kudus Yesus—sumber kasih dan berkat ilahi. Pastor Chevalier menggambarkan Maria bukan hanya sebagai seorang ibu, tetapi juga sebagai perantara yang membimbing umat menuju persekutuan yang lebih erat dengan Yesus Kristus. Yang tidak pernah diduga oleh Kongregasi MSC pada saat itu adalah semangat Maria Bunda Hati Kudus justru menjadi sangat relevan dan menguatkan ketika Jakarta memasuki masa-masa kelam beberapa dekade kemudian. Gereja ini menjadi saksi bisu dan simbol keteguhan iman dalam menghadapi kerusuhan serta ketidakpastian.

Gereja Bunda Hati Kudus sudah ada lama sebelum saya lahir

Gereja ini mengalami kerusakan  dalam kerusuhan Ketapang tahun 1998

Tahun 1998 menjadi salah satu periode paling gelap dalam sejarah bangsa Indonesia, khususnya bagi mereka yang tinggal di Jakarta. Setelah berakhirnya era Orde Baru dan kepemimpinan Presiden Soeharto, negara ini jatuh ke dalam masa ketidakstabilan politik dan kehancuran ekonomi akibat Krisis Finansial Asia. Perselisihan antar-etnis dan antar-agama yang sebelumnya ditekan selama masa Orde Baru mulai mencuat ke permukaan. Enam bulan setelah terjadinya Kerusuhan Mei 1998 yang diwarnai berbagai kasus kekerasan terhadap komunitas etnis Tionghoa, sebuah insiden kerusuhan kembali terjadi di Jakarta Pusat, yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa Kerusuhan Ketapang. Diberitakan bahwa kejadian ini bermula dari bentrokan antara pihak keamanan sebuah diskotek (yang kabarnya dimiliki oleh warga Indonesia keturunan Tionghoa) dan sekelompok pemuda Muslim setempat. Namun, bentrokan ini dengan cepat meluas menjadi gerakan massa pada keesokan harinya. Dalam kerusuhan tersebut, beberapa rumah, tempat usaha, dan gereja—terutama di kawasan Ketapang dan Jalan KH Hasyim Ashari—menjadi sasaran pengrusakan. Paroki Kemakmuran menjadi salah satu korbannya; bangku-bangku gereja dan buku-buku dibakar di jalan, sementara beberapa kendaraan bermotor di halaman gereja juga dirusak. Walaupun kerusuhan ini berlangsung singkat, dampaknya sangat besar, baik secara material maupun emosional bagi paroki dan umatnya. Semangat kasih, ketegaran, dan iman yang sejak awal mengilhami pendirian paroki di bawah lindungan Bunda Hati Kudus kini harus bangkit kembali—menjadi simbol pemulihan, persatuan, dan harapan di tengah kota yang sangat membutuhkan semangat rekonsiliasi.

Gambaran Keluarga Kudus: Maria dan Yosef masing-masing menggendong Kanak-kanak Yesus

Meskipun telah direnovasi pada tahun 2018, detail warisan seperti ini tetap terjaga

Setelah peristiwa Kerusuhan Ketapang, Gereja Bunda Hati Kudus mengalami berbagai kerusakan, dengan beberapa laporan menyebutkan bahwa sekitar 60% bagian dalam gereja rusak, termasuk bangku dan berbagai perabotan liturgi lainnya. Meskipun tingkat kerusakannya cukup besar, komunitas paroki ini menunjukkan ketegaran yang luar biasa. Gereja segera menjalani renovasi untuk mengembalikan fungsinya sebagai tempat ibadah yang nyaman bagi umatnya. Walaupun tidak tersedia informasi rinci mengenai proses pemulihan pasca-kerusuhan tersebut, gereja ini pada akhirnya berhasil kembali melayani umat parokinya. Pada tahun 2018, gereja kembali menjalani proyek renovasi, kali ini berfokus pada penguatan tiang penyangga, peningkatan sistem pencahayaan, dan perbaikan langit-langit gereja. Proyek ini dikerjakan oleh firma arsitektur SK+ Architecture and Design, dengan arsitek Leo Sumiko sebagai pengawas proyek. Renovasi ini bertujuan untuk memperbarui interior gereja agar dapat lebih mendukung kegiatan liturgi dan meningkatkan kenyamanan umat selama peribadatan. Gua Maria Bunda Hati Kudus dapat ditemui di samping bangunan utama gereja, dan tak jauh dari sana terdapat pula patung serta doa kepada Santo Peregrinus Laziosi, yang digambarkan dengan luka pada salah satu kakinya. Santo Peregrinus dikenal sebagai pelindung mereka yang menderita penyakit kanker, AIDS, maupun penyakit berat lainnya.

Gua Maria Bunda Hati Kudus dapat dijumpai di samping gedung gereja

Terdapat juga patung Santo Peregrinus, pelindung mereka yang menderita penyakit berat

Kunjungan saya ke Gereja Bunda Hati Kudus diterima dengan penuh kehangatan dan keramahan. Bahkan, mungkin karena saya datang sendirian, salah seorang ibu yang bertugas menjaga Porta Sancta pada hari itu dengan sabar menjelaskan dan mengantarkan saya berkeliling gereja, mengarahkan saya pada beberapa titik penting yang perlu dikunjungi, dan bahkan menemani saya mendaraskan doa Tahun Yubileum—baik sebelum memasuki Pintu Suci maupun saat berada di dalam gereja. Tindakan ini mencerminkan semangat mendalam yang terpancar dari paroki tua ini—sebuah semangat yang telah ditempa oleh puluhan tahun iman, perjuangan, dan keteguhan. Dari awal yang sederhana hingga bertahan melewati masa-masa kerusuhan sosial, serta upaya yang terus dilakukan untuk tumbuh dan memperbarui diri, kisah gereja ini adalah kisah ketekunan dalam kesunyian. Terlepas dari berbagai ujian yang dihadapi—baik itu gejolak politik, kekerasan, maupun tantangan kehidupan urban modern—paroki ini tetap berdiri sebagai tempat pengharapan. Umatnya tidak hanya menjaga ruang sakral ini tetap hidup, tetapi juga mewujudkan kasih dan kekuatan yang dilambangkan oleh Hati Kudus Yesus.




Paroki Kemakmuran
Gereja Bunda Hati Kudus

Lokasi Jalan Kyai Haji Hasyim Ashari No 28, Petojo Utara, Jakarta Pusat

Jadwal Misa Mingguan
Sabtu, 17.00 WIB
Minggu, 07.00 WIB, 09.00 WIB, 17.00 WIB

Website https://www.parokibhk.com/  (dalam pengembangan)




Comments

Popular Posts