Tiga Sakramen Inisiasi dalam Satu Momen Kudus
Sejak pertama kali saya meninggalkan kelas katekumen sebelum selesai ketika saya masih remaja, saya tak pernah menyangka bahwa suatu hari saya akan benar-benar menyelesaikan seluruh proses inisiasi Gereja Katolik sekaligus sebagai orang dewasa. Setelah beberapa puluh tahun berlalu, awalnya tujuan utama saya saat bergabung kembali dengan program inisiasi dewasa adalah untuk dibaptis secara Katolik. Namun di luar dugaan, saya justru menerima tiga sakramen inisiasi sekaligus dalam satu liturgi yang sangat sakral dan tak terlupakan yaitu Baptisan, Krisma (Penguatan), dan Komuni Pertama. Momen istimewa ini berlangsung hanya seminggu sebelum Pekan Suci, dan jika saya renungkan sekarang, rasanya sulit untuk tidak melihat campur tangan Tuhan yang halus namun nyata. Jika Sakramen Baptis yang dilambangkan dengan air suci menandai awal perjalanan resmi saya dalam Gereja Katolik, maka Sakramen Krisma adalah langkah berikutnya yang memperdalam komitmen itu melalui pengurapan dengan minyak suci (minyak krisma). Dan dengan Ekaristi yang untuk pertama kalinya saya menerima Komuni Pertama, saya merasa semakin ditarik masuk untuk ikut ambil bagian secara penuh dalam misteri kehadiran Kristus dan sungguh menjadi satu dengan Tubuh Kristus, baik secara spiritual maupun sakramental.
Sakramen Krisma melambangkan tanda rohani yang tak terhapuskan, yang meneguhkan seseorang sebagai saksi Kristiani yang dewasa dalam iman. Minyak krisma yang digunakan sarat akan makna simbolis yang melambangkan kekuatan, kesembuhan, dan bahwa seseorang telah dipilih oleh Allah, sebagaimana para nabi dan raja di Perjanjian Lama diurapi untuk perutusan. Penguatan bukanlah semacam “kelulusan” dari pendidikan agama, melainkan sebuah momen pengutusan, di mana penerimanya diberi kuasa oleh Roh Kudus untuk menjalani imannya secara lebih berani, bertanggung jawab dalam hidup menggereja, dan bersaksi tentang Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tradisi Gereja, Sakramen Penguatan sering kali disertai dengan pengambilan nama seorang santo atau santa sebagai pelindung rohani yang akan berjalan bersama kita dalam iman. Ketika saya menerima Sakramen Penguatan ini, nama Ignatius diberikan kepada saya oleh tim katekis, merujuk pada Santo Ignatius dari Loyola, pendiri Serikat Yesus (Yesuit). Berbeda dengan nama baptis saya yang saya pilih sendiri, kali ini nama tersebut diberikan kepada saya sebagai bentuk doa atau harapan akan arah iman yang akan saya tumbuhi ke depannya. Seiring waktu, saya mulai mengenal lebih dalam tentang Santo Ignatius, dan menyadari bagaimana kisah hidup serta spiritualitasnya berbicara secara pribadi kepada saya. Nama itu pun kini memuat makna yang amat mendalam dan terus berkembang seiring langkah saya dalam peziarahan iman ini.
 |
Saint Ignatius of Loyola (1491-1556) by Francisco Zurbaran (1600s) From Royal Collection of the United Kingdom via Wikimedia Commons (Public Domain) |
Masa Muda Sang Prajurit yang Terluka
Santo Ignatius dari Loyola adalah salah satu tokoh Katolik Roma yang paling berpengaruh pada masa Reformasi Gereja Katolik pada abad ke-16. Ignatius yang juga merupakan pendiri Serikat Yesus (Yesuit) ini lahir dengan nama Iñigo López de Oñaz y Loyola pada 23 Oktober 1491, sebagai anak bungsu dari tiga belas bersaudara dari keluarga bangsawan Basque di kastil leluhur Loyola, Azpeitia, Spanyol Utara.Sejak muda, Ignatius menjalani kehidupan khas bangsawan di mana ia menjadi abdi (page) di istana Juan Velázquez de Cuéllar, bendahara kerajaan Kastilia yang juga kerabatnya. Pada usia 26 tahun, ia bergabung dalam satuan militer di bawah kerabatnya yang lain, Antonio Manrique de Lara, Adipati Nájera sekaligus Wakil Raja Navarra, untuk menjalankan misi-misi diplomatik. Namun, titik balik terjadi pada tahun 1521 saat dalam upayanya melindungi benteng Pamplona dari serangan Prancis, Ignatius terkena tembakan meriam yang melukai kedua kakinya dengan parah. Ia pun kembali ke rumah keluarganya di Loyola untuk menjalani pemulihan panjang dan menyakitkan. Saat berbaring tak berdaya, ia meminta buku-buku roman kesatria untuk mengisi waktu, tetapi yang tersedia hanyalah kisah-kisah tentang Yesus dan kehidupan para santo. Tak disangka, walaupun mungkin berawal dari keterpaksaan, bacaan tersebut menggugah hatinya secara mendalam. Dari sanalah ia mulai merenung dan merasa terdorong untuk meninggalkan kehidupan lamanya serta mengikuti jejak para kudus dalam pertobatan dan penyerahan diri kepada Tuhan.
 |
Saint Ignatius of Loyola's Vision of Christ and God the Father at La Storta by Domenichino (c.1622) From Collection of Los Angeles County Museum of Art via Wikimedia Commons (Public Domain) |
Pertobatan dan Awal Perjalanan Rohani
Dengan tekad baru, Ignatius berpamitan dengan keluarganya dan pergi berziarah ke Montserrat, Spanyol Timur Laut. Di sana, ia mengaku dosa selama tiga hari penuh dan menggantungkan pedangnya di depan patung Santa Perawan Maria sebagai simbol bahwa ia telah meninggalkan ambisi duniawi dan kehidupan militernya. Ia lalu menghabiskan hampir setahun di kota kecil Manresa, dekat Barcelona, untuk hidup dalam kemiskinan, menghadiri misa harian, serta memperdalam hidup dalam doa, puasa, dan pertobatan. Selama masa pertobatan yang intens ini yang sebagian besar dijalani di sebuah gua yang kini menjadi Gereja San Ignacio, Ignatius mengalami pencerahan spiritual yang mendalam. Di tempat inilah ia mulai menyusun gagasan awal dari karya terbesarnya, Exercitia Spiritualia (Latihan Rohani), yang kelak menjadi fondasi spiritualitas Yesuit. Pada usia 33 tahun, Ignatius menyadari bahwa kehidupan lamanya sebagai prajurit tidak membekalinya untuk menjadi pengajar iman. Ia pun memutuskan untuk mengejar pendidikan formal. Di usia ketika orang lain telah menyelesaikan studi, ia justru kembali belajar dari awal dengan mengikuti pelajaran dasar bahasa Latin dan tata bahasa bersama anak-anak sekolah di Barcelona. Dari sana, ia melanjutkan pendidikan filsafat dan teologi di Alcala, Salamanca, dan akhirnya Paris. Di Kolese Sainte-Barbe, ia berhasil meraih gelar Master. Secara keseluruhan, ia menghabiskan sekitar 11 hingga 12 tahun untuk pendidikan, didorong oleh hasrat besar untuk mewartakan iman dengan kewenangan Gereja yang sah.
 |
The statue of St. Ignatius of Loyola by Camillo Rusconi (1733), located in St. Peter’s Basilica, holding a copy of his Spiritual Exercises, with his motto Ad Maiorem Dei Gloriam (For the Greater Glory of God) inscribed on the book Image by AlfvanBeem via Wikimedia Commons (CC0)
|
|
Cikal Bakal Serikat Yesus
Sekitar tahun 1534, Ignatius membentuk sebuah persaudaraan rohani dengan enam sahabatnya, termasuk Fransiskus Xaverius dan Petrus Faber, yang kelak menjadi para Yesuit pertama. Ignatius kemudian meninggalkan Paris karena alasan kesehatan dan menghabiskan waktu di Spanyol, Bologna, dan Venesia, sambil melanjutkan studi teologinya secara pribadi. Di Venesia, pada tahun 1537, Ignatius dan para sahabatnya ditahbiskan menjadi imam, meskipun pada saat itu Serikat Yesus belum secara resmi didirikan. Pada masa ini pula, Ignatius mengalami sebuah penglihatan yang mendalam, ia melihat Kristus memanggul salib dan mendengar Allah Bapa berkata kepada Yesus untuk menerima Ignatius sebagai hamba-Nya. Penglihatan ini memperteguh panggilan hidup Ignatius, dan pada tahun 1539, ia bersama rekan-rekannya memutuskan untuk secara resmi mendirikan sebuah tarekat baru yang bersifat permanen.
Selain mengucapkan tiga kaul religius tradisional yang umum dalam banyak ordo Katolik yaitu kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan, mereka menambahkan satu kaul lagi yang menjadi ciri khas Serikat Yesus, yaitu kaul ketaatan kepada Paus. Kaul ini menandakan kesiapsediaan mereka untuk diutus ke mana saja di dunia sesuai perintah Paus, terutama untuk karya misi dan pelayanan bagi Gereja. Kaul ini mencerminkan komitmen mendalam mereka terhadap misi universal Gereja dan kesiapan mereka untuk menerima tugas kerasulan apa pun, khususnya di tempat-tempat yang penuh tantangan atau terpencil. Pada tahun 1540, Paus Paulus III secara resmi mengesahkan pendirian tarekat ini dengan nama Societas Jesu atau Serikat Yesus (Yesuit).
 |
Chiesa del Santissimo Nome di Gesù in Rome is the mother church of the Jesuit order and the final resting place of Saint Ignatius of Loyola Image by Alejo2083 via Wikimedia Commons (CC BY-SA 3.0)
|
Semangat AMDG dan Reformasi Hidup Religius
Setelah beberapa waktu, Ignatius dipilih sebagai Superior General selaku pemimpin pertama Serikat Yesus. Ia sempat menolak, namun setelah tetap terpilih melalui pemilihan ulang, ia menerima posisi tersebut sebagai kehendak Tuhan. Serikat Yesus pun berkembang pesat di bawah arahannya. Saat Ignatius wafat tahun 1556, jumlah Yesuit telah mencapai sekitar 1.000 orang di 12 provinsi, termasuk di Eropa, India, dan Brasil. Ia juga mengutus para misionaris besar seperti St. Fransiskus Xaverius ke Asia dan St. Petrus Kanisius ke Jerman. Salah satu karya penting Ignatius adalah penyusunan Konstitusi Serikat Yesus, yang memperbarui banyak unsur kehidupan monastik tradisional. Ia mengganti praktik seperti hukuman fisik dan pakaian tapa dengan fleksibilitas dan mobilitas demi misi. Moto Serikat Yesus, Ad Maiorem Dei Gloriam (AMDG) atau “Demi Kemuliaan Tuhan yang Lebih Besar”, mencerminkan semangat inti para Yesuit bahwa segala sesuatu mulai dari studi, karya, doa, hingga misi dipersembahkan demi kemuliaan Tuhan, bukan untuk kemuliaan pribadi.
 |
Tomb of St. Ignatius of Loyola, designed by Andrea Pozzo, located in the Church of the Gesù in Rome, an ornate Baroque masterpiece honoring the Jesuit founder Image by Torvindus via Wikimedia Commons (CC BY-SA 3.0)
|
Wafat dan Kanonisasi
Ignatius menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di Roma, memimpin dan membimbing Serikat Yesus dengan semangat tak kenal lelah meski sering sakit. Ia wafat pada tanggal 31 Juli 1556 dan dimakamkan di Gereja Gesù, Roma, di dalam makam megah karya Andrea Pozzo yang masih dapat dikunjungi hingga hari ini. Santo Ignatius dibeatifikasi pada tahun 1609 oleh Paus Paulus V dan dikanonisasi pada tahun 1622 oleh Paus Gregorius XV, bersama santo-santa besar lainnya seperti Santo Fransiskus Xaverius dan Santa Teresa dari Ávila. Pada tahun 1922, Paus Pius XI menetapkan Ignatius sebagai pelindung semua retret rohani, mengakui kontribusinya yang besar terhadap spiritualitas Kristiani melalui Latihan Rohani. Ia juga dihormati sebagai pelindung para tentara, penghormatan yang sesuai dengan latar belakangnya sebagai prajurit muda sebelum pertobatannya.
Seorang Peziarah, Seperti Kita
Sepanjang hidupnya, Santo Ignatius sering menyebut dirinya sebagai seorang pilgrim atau peziarah, istilah yang mencerminkan perjalanannya yang terus-menerus dalam pertobatan batin dan penyerahan diri kepada kehendak Allah. Dalam Tahun Yubelium 2025 yang mengangkat tema “Peziarah Harapan”, hidup Ignatius mengingatkan kita bahwa iman adalah sebuah peziarahan yang kadang penuh luka, rintangan, dan pembentukan panjang namun selalu dipandu oleh rahmat. Seperti Santo Ignatius, kita diundang untuk menapaki perjalanan ini dengan niat dan kerendahan hati, bukan untuk kemuliaan diri, tetapi Ad Maiorem Dei Gloriam—demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar.
Santo Ignatius dari Loyola
Pendiri Serikat Yesus (Yesuit), Pujangga Gereja
Ordo Religius Serikat Yesus (Yesuit)
Pelindung Retret rohani, tentara, pendidik, lembaga-lembaga Yesuit
Hari Perayaan 31 Juli
Lahir 23 Oktober 1491 di Azpeitia, Wilayah Basque, Spanyol
Wafat 31 Juli 1556 di Roma
Dimakamkan Gereja Gesù, Roma, Italia
Comments
Post a Comment