Skip to main content

Featured

[ID] Som Tam di Tiap Sudut Bangkok, Pengalaman Kuliner yang Segar dan Seru

Makanan Thailand Favorit Saya Beberapa tahun lalu, saya sempat tinggal di Thailand selama beberapa bulan, dan sejak itu saya cukup akrab dengan cita rasa khas masakan Thailand. Meskipun secara umum profil rasanya tidak jauh berbeda dari hidangan Indonesia atau Asia Tenggara lainnya, selalu ada sesuatu yang istimewa saat kembali ke Thailand dan menikmati langsung kekayaan kulinernya.  Di Jakarta sendiri, makanan Thailand cukup mudah ditemukan di mana banyak pusat perbelanjaan besar yang memiliki setidaknya satu restoran Thailand. Sebagian besar restoran ini bahkan dengan bangga menampilkan sertifikasi “Thai Select”, sebuah penanda resmi dari Kementerian Perdagangan Thailand yang menjamin keaslian cita rasa dan pengalaman bersantap, baik di dalam maupun luar negeri.  Namun, makanan bukan hanya soal rasa. Suasana, pemandangan, dan bunyi-bunyian di sekitar juga memberi pengalaman tersendiri saat menyantapnya. Itulah mengapa saya begitu antusias menyambut perjalanan saya ke Bangkok...

[ID] Katedral Santo Andreas dan Kunjungan Pertama Saya Ke Gereja Anglikan

Kunjungan Singkat ke Gereja Anglikan Tertua di Singapura

Selama kunjungan singkat saya di Singapura sebelum melanjutkan perjalanan ke Bangkok, saya berkesempatan mengunjungi Katedral Santo Andreas atau yang aslinya bernama St. Andrew’s Cathedral, sebuah bangunan gereja megah yang terletak di jantung distrik pemerintahan (civic district) Singapura. Setelah sebelumnya mengunjungi Cathedral of the Good Shepherd yang beraliran Katolik Roma, saya merasa bersyukur bisa mengenal dua katedral Kristen dengan denominasi berbeda dalam satu kunjungan ini . St. Andrew’s merupakan gereja Anglikan terbesar sekaligus tertua di negara ini. Keindahan arsitektur neo-Gotik dan nilai sejarahnya yang kuat membuatnya ditetapkan sebagai monumen nasional sejak 1973 oleh Preservation of Monuments Board (sekarang menjadi bagian dari National Heritage Board).

Lokasi katedral ini sangat strategis, persis di samping Stasiun MRT City Hall, sehingga mudah diakses siapa pun yang datang. Kunjungan ini terasa istimewa bagi saya secara pribadi, karena selain ini merupakan kunjungan pertama saya ke Gereja Anglikan, saya dibaptis secara Katolik dengan nama baptis Anselmus yang merupakan tokoh penting yang dikenal baik dalam sejarah Gereja Katolik maupun Anglikan. Santo Anselm dikenal pernah berjuang untuk mendamaikan ketegangan antara Tahta Suci di Vatikan dan Kerajaan Inggris jauh sebelum Reformasi terjadi, sehingga secara pribadi saya dapat merasakan keterkaitan  spiritual yang melampaui perbedaan denominasi ini.

St. Andrew’s Cathedral membuka lembaran sejarah baru saat hadir pada tahun 1861

Bangunan gereja semula disambar petir pada tahun 1845 dan 1849 sehingga harus dirobohkan

Awal Mula Gereja Anglikan di Singapura dan Perbedaan Hierarki Gereja

Gereja Anglikan yang dikenal sebagai juga sebagai Gereja Inggris (Church of England) ini muncul pada abad ke-16 sebagai hasil dari Reformasi Inggris di masa ketika perubahan politik dan agama mengguncang Eropa. Berbeda dengan Gereja Katolik Roma yang terpusat pada otoritas Sri Paus, Gereja Anglikan lebih banyak menggabungkan unsur-unsur Protestan dan tradisi Katolik. Di Singapura, jejak awal Gereja Anglikan dimulai bersamaan dengan kedatangan Inggris pada tahun 1819. Gereja Inggris kemudian hadir untuk melayani para pejabat kolonial, personel militer dan keluarganya yang tinggal di wilayah kolonial ini. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan komunitas iman Kristen Anglikan semakin meluas hingga kini Keuskupan Anglikan Singapura menaungi 27 paroki, dengan St. Andrew’s Cathedral sebagai gereja induk sekaligus pusat spiritualnya.

Salah satu perbedaan utama antara tradisi Katolik dan Anglikan terletak pada sistem kepemimpinan atau hierarki gerejanya. Dalam tradisi Katolik, paus menjadi otoritas tertinggi. Sedangkan dalam Anglikanisme, struktur kepemimpinannya lebih desentralistik. Walaupun kini Raja Charles III yang merupakan Raja Inggris secara simbolis menjabat sebagai Supreme Governor of the Church of England, gelar ini lebih bersifat seremonial. Gelar ini berasal dari masa Reformasi, ketika Raja Henry VIII memutuskan hubungan dengan Tahta Suci dan membentuk gereja nasional di bawah otoritas kerajaan. Pemimpin spiritual tertinggi dalam Gereja Anglikan adalah Uskup Agung Canterbury, yang dipandang atas dasar primus inter pares (yang pertama di antara yang setara) di antara para uskup Anglikan di seluruh dunia. Walau tidak memiliki kekuasaan mutlak seperti Paus, ia berperan penting dalam menjaga persatuan dalam komunitas Anglikan yang terdiri dari gereja-gereja otonom di lebih dari 160 negara. Pelindung nama baptis saya, Santo Anselmus, pernah menjabat sebagai Uskup Agung Canterbury sebelum perpecahan Anglikan dan Katolik sehingga beliau seringkali dikenal sebagai Saint Anselm of Canterbury. Hal ini menjadi pengingat akan adanya warisan spiritual yang sama walaupun kemudian mulai muncul adanya perbedaan di antara kedua denominasi Kristen ini.

Warna putih bak marmer yang mencolok ini merupakan hasil dari proses Madras Chunam

Tiga panel kaca patri ini memperingati tiga tokoh penting dalam sejarah kolonial Singapura

Dari Sambaran Kilat hingga Pembangunan Katedral yang Baru

Tanah tempat berdirinya St. Andrew’s Cathedral ini pertama kali dialokasikan dalam Town Plan Sir Stamford Raffles pada tahun 1822 meskipun pembangunan gereja baru dimulai pada tahun 1835. Gereja awal dirancang oleh arsitek kolonial pertama Singapura, George D. Coleman, dalam gaya neo-klasik. Biaya pembangunannya sebagian besar berasal dari komunitas pedagang Skotlandia, sehingga gereja ini dinamai St. Andrew yang dikenal sebagai santo pelindung Skotlandia. Menara gereja ditambahkan pada tahun 1842 untuk membedakannya dari bangunan sipil di sekitarnya. Sayangnya, menara ini tersambar petir dua kali — pada tahun 1845 dan 1849. Akibatnya, layanan ibadah dihentikan pada tahun 1852 karena alasan keselamatan dan gereja ini terpaksa diruntuhkan dan dibangun kembali. Bangunan gereja bertahan sampai sekarang ini mulai dibangun pada tahun 1856 dan selesai pada 1861. Gereja ini dirancang oleh Kolonel Ronald MacPherson dalam gaya neo-Gotik. Para pekerja bangunannya merupakan narapidana dari India, sebuah praktik yang  umum dijumpai pada masa kolonial di mana sebagian besar infrastruktur kolonial di Singapura juga dibangun dengan cara yang sama, meskipun pada jaman sekarang akan dianggap kontroversial. 

Pada tahun 1869, yurisdiksi gereja ini dialihkan dari Keuskupan Kalkuta ke Keuskupan Labuan dan Sarawak. Setahun kemudian, gereja ini dikukuhkan sebagai sebuah katedral. Ketika komunitas Anglikan di kawasan ini semakin berkembang, Keuskupan Singapura mulai dibentuk pada tahun 1909 untuk mencakup wilayah jajahan Inggris di Asia Tenggara, termasuk Semenanjung Malaya, Siam, Sumatra, Jawa, dan pulau-pulau sekitarnya sebelum akhirnya menjadi Keuskupan Singapura yang terpisah pada tahun 1970. Selama Perang Dunia II, seperti halnya Cathedral of the Good Shepherd, St. Andrew’s Cathedral juga difungsikan sebagai rumah sakit darurat. Perannya sebagai tempat perlindungan di masa krisis menunjukkan bahwa katedral ini lebih dari sekadar tempat ibadah dan telah lama menjadi bagian penting dalam kehidupan spiritual dan sosial kota.

Di bagian galeri belakang gereja terdapat organ pipa antik dari tahun 1954

Panel kaca patri di atas pintu utama ini menggambarkan keempat penginjil

Kecantikan Madras Chunam dan Jendela Kaca Patri

Salah satu hal mencolok dari St. Andrew’s Cathedral adalah warnanya yang putih bersih. Warna ini berasal dari lapisan akhir bernama Madras Chunam, sejenis plester kapur yang dihaluskan dan berasal dari wilayah Madras (kini Chennai) di India. Bahan ini dibuat dari campuran kapur kerang, putih telur, gula, dan serat sabut kelapa. Bahan Madras Chunam ini banyak digunakan di arsitektur kolonial Inggris, terutama di daerah tropis, karena tahan terhadap kelembaban, memiliki hasil akhir yang halus, dan tampak seperti marmer setelah dipoles. Bagian dalam katedral juga menampilkan keindahan yang mengesankan, khususnya tiga panel kaca patri di apsis di belakang altar utama. Setiap panel kaca patri ini dibuat untuk memperingati tiga tokoh penting dalam sejarah kolonial Singapura yaitu Sir Stamford Raffles, John Crawfurd, dan Mayor Jenderal William Butterworth. Bukannya menampilkan potret, penghormatan kepada mereka disampaikan melalui simbol emblem masing-masing tokoh yang tersemat dalam desain kaca. Panel tengah yang didedikasikan untuk Raffles dipasang pada tahun 1961, diapit oleh dua panel untuk Crawfurd dan Butterworth. Ketiganya mencerminkan hubungan erat antara gereja ini dengan awal perkembangan pemerintahan kolonial sipil di Singapura.

Di bagian atas pintu masuk utama, terdapat panel kaca patri yang menggambarkan keempat penginjil yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Para penginjil digambarkan sedang membaca atau memegang gulungan kitab, simbol dari tugas mereka sebagai penulis Injil. Warna-warna cerah dan detail artistik dari kaca patri ini menekankan pentingnya firman Tuhan dalam ibadah Anglikan. Katedral ini juga terus beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Penambahan transept utara dan selatan dilakukan untuk menjadi lokasi ruang rapat, aula, dan kantor. Selain itu, dibangun pula Cathedral New Sanctuary sebagai ruang ibadah modern, Cathedral Welcome Centre untuk menyambut pengunjung dan jemaat baru, serta Chapel of All People — sebuah kapel kecil yang terbuka bagi siapa pun dari berbagai latar belakang iman.

Kolam baptis di dalam Katedral St. Andrew, sebuah simbol sakramen inisiasi dalam iman Kristen

Lambang militer menghormati berbagai resimen yang secara historis terkait dengan katedral ini

Tradisi Gereja Inklusif yang Terus Hidup

Di tengah kawasan gedung bersejarah yang merangkul warisan kolonial dan iman yang terus berkembang, saya merasakan suasana yang begitu hening nan hikmat. Berdiri di pelataran katedral, saya menyadari bahwa bangunan tua ini bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi juga ruang yang terus hidup, beradaptasi, dan melayani generasi baru. Katedral ini tidak hanya menyatukan masa lampau dan masa kini, tapi juga mempertemukan berbagai ragam budaya dan bahasa dalam satu ruang ibadah. Meskipun ibadah reguler dilakukan dalam bahasa Inggris, St. Andrew’s Cathedral juga menyediakan pelayanan dalam bahasa Mandarin, Hokkien, Myanmar, dan Kanton yang mencerminkan semangat keterbukaan dan keragaman yang menjadi ciri khas gereja ini. Kunjungan saya mungkin singkat, tapi meninggalkan kesan yang mendalam tentang bagaimana iman dan sejarah berjalan berdampingan di jantung kota Singapura.




St Andrew's Cathedral
Gereja Induk Keuskupan Anglikan Singapura

Lokasi 11 St Andrew's Road, Singapura

Jadwal Ibadah Mingguan (dalam Bahasa Inggris)
Sabtu, 16.45 
Minggu, 08.00, 09.30, 11.30, 16.30
*dengan jadwal bervariasi untuk Komuni Kudus dan Doa Pagi 
(Waktu dalam SGT = Singapore Time GMT+8)





Comments

Popular Posts