Pertama Kalinya Mengikuti Misa Berbahasa Inggris
Seperti kata orang, pengalaman pertama akan selalu dikenang. Salah satu pengalaman pertama saya selama berada di Thailand adalah mengikuti Misa pada hari Minggu dalam Bahasa Inggris untuk pertama kalinya. Kesan dari pengalaman ini menjadi istimewa karena momen ini terjadi dalam perjalanan singkat saya ke Thailand dan berlangsung di tempat yang luar biasa, yaitu Katedral Assumption di Bangkok. Meskipun bukan gereja tertua di Thailand (gelar tersebut dimiliki oleh Gereja Immaculate Conception atau Wat Kamen yang dibangun hampir satu setengah abad lebih awal di Bangkok), dan bukan pula yang terbesar (karena status ini saat ini dipegang oleh Katedral Immaculate Conception di Chanthaburi), Katedral Assumption tetap menjadi gereja Katolik utama di negara ini yang juga berfungsi sebagai gereja pusat Keuskupan Agung Bangkok.
Katedral ini terletak di Distrik Bang Rak yang bersejarah, di pesisir timur Sungai Chao Phraya yang tersohor. Kawasan tepi sungai ini telah lama dihuni, bahkan sejak masa Kerajaan Ayutthaya, jauh sebelum Bangkok menjadi ibu kota. Pada abad ke-19, Bang Rak berkembang pesat dengan kedatangan konsulat asing, pedagang, dan para misionaris, menjadikannya salah satu kawasan internasional dan pusat perdagangan tertua di Bangkok. Hingga kini, Bang Rak tetap hidup sebagai distrik bisnis dan hunian yang dinamis, dipenuhi gedung perkantoran pencakar langit, kondominium mewah, dan hotel-hotel kelas atas—termasuk Hotel Mandarin Oriental yang ikonis, yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari Katedral.
 |
Katedral ini sekilas miritp dengan Katedral Notre-Dame di dengan arsitektur bergaya Gothic-Romanesque Prancis |
 |
Bagian dalam katedral yang menakjubkan, dengan langit-langit tinggi yang penuh ornamen indah |
Menyusuri Kompleks Katedral yang Sarat Makna
Katedral Assumption ini dapat dicapai dengan berjalan kaki sekitar 15 menit dari Stasiun BTS Saphan Taksin yang berada di tepi Sungai Chao Phraya. Karena lokasinya, Stasiun BTS ini seringkali menjadi titik untuk transit ke moda transportasi kapal yang cukup banyak dijumpai di sungai ini. Dikarenakan misa sebelumnya yang berbahasa Thailand masih berlangsung, saya pun memanfaatkan waktu untuk menjelajahi area di sekitar gereja dan mengagumi kemegahan arsitektur luar katedral yang menjulang megah. Permukaan dinding bata merahnya seketika membangkitkan kenangan masa kecil saya bersekolah di sekolah Katolik yang menempati gedung kolonial dengan nuansa yang sama. Sama seperti banyak gereja yang pernah saya kunjungi di Indonesia di mana lazim ditemukan sekolah Katolik yang terletak tidak jauh dari gereja, bahkan dalam satu kompleks yang sama, katedral ini pun dikelilingi beberapa institusi pendidikan Katolik bersejarah. Di belakang berdiri Assumption College, sekolah khusus laki-laki yang didirikan pada tahun 1887 oleh Misi Katolik di Siam. Di depan terdapat Assumption Convent School, sekolah perempuan yang berdiri sejak tahun 1904 dan kini dikelola oleh para Suster St. Paul dari Chartres.
Kedekatan antara iman dan pendidikan ini mencerminkan komitmen Gereja Katolik yang telah lama menjadikan pendidikan sebagai bagian penting dari pertumbuhan rohani dan pribadi. Di pintu masuk katedral, dua patung tokoh besar menyambut para pengunjung yaitu St. Petrus, paus pertama, dan Paus Yohanes Paulus II, salah satu paus dengan masa jabatan terlama dalam sejarah. Yang menarik, Paus Yohanes Paulus II pernah mengunjungi katedral ini dalam lawatannya ke Thailand tahun 1984, yang menjadi kunjungan kepausan pertama ke negara dengan mayoritas masyarakat beragama Buddha ini. Satu-satunya paus lain yang pernah datang ke Thailand adalah Paus Fransiskus pada tahun 2019. Kedua kunjungan tersebut menjadi tonggak penting yang mencerminkan kehadiran iman Katolik yang kian berkembang baik di Thailand maupun kawasan Asia Tenggara secara lebih luas.
 |
Penggambaran Maria diangkat ke surga di atas altar menjadi sorotan utama dalam keagungan gereja ini
|
 |
Cahaya menembus kaca patri yang menceritakan perjalanan dari awal dunia hingga kehidupan Yesus |
Dari Gereja Sederhana Menuju Katedral Megah
Sejarah Katedral Assumption berawal pada tahun 1809, ketika Pastor Pascal, seorang misionaris asal Prancis, mulai menggalang dana untuk membangun sebuah gereja yang dipersembahkan bagi Santa Perawan Maria yang Diangkat ke Surga. Dengan sumbangan awal ini, Uskup Esprit-Marie-Joseph Florens yang merupakan salah satu tokoh penting dalam misi Katolik awal di Siam membeli sebidang tanah di tepi Sungai Chao Phraya. Pembangunan segera dimulai, didukung oleh bantuan tambahan dari para dermawan di Roma. Pada tahun 1820, lahan gereja diperluas untuk menampung fasilitas tambahan, dan bangunan gereja yang sederhana selesai dibangun pada tahun 1821. Gereja ini kemudian diberkati secara resmi pada tahun berikutnya, pada masa pemerintahan Raja Rama II. Selain menjadi rumah rohani bagi umat Katolik di kawasan tersebut, gereja ini juga berfungsi sebagai kediaman resmi uskup.
Seiring berkembangnya kawasan tersebut, komunitas Katolik pun semakin berkembang, lengkap dengan seminari, sekolah, dan permukiman yang dibangun di sekitar kompleks gereja. Namun, seiring meningkatnya jumlah umat, gereja lama tidak lagi mampu menampung semua umat yang hadir. Akhirnya, Pastor Colombet yang saat itu menjabat sebagai pastor paroki, bekerja sama dengan Pastor Romieux, seorang pembangun ulung yang juga bendahara misi, untuk merancang sebuah katedral baru yang lebih besar. Meski menghadapi berbagai tantangan logistik termasuk beberapa bahan bangunan yang harus diimpor dari Eropa, sementara sisanya mesti didatangkan dari provinsi seperti Ratchaburi, pembangunan Katedral baru ini akhirnya dimulai pada tahun 1909. Katedral megah ini rampung pada tahun 1918 dan diberkati secara resmi pada 15 Agustus 1919, bertepatan dengan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Upacara pemberkatan dipimpin oleh Uskup René-Marie-Joseph Perros, Vikar Apostolik Siam Timur (yang kelak menjadi Keuskupan Agung Bangkok). Sejak saat itu, Katedral Assumption menjadi pusat peribadatan umat Katolik di Bangkok, sekaligus menjadi saksi penting dalam perjalanan sejarah iman Katolik di Thailand.
 |
Mimbar kayu tinggi di katedral ini berdiri anggun sebagai saksi bisu pewartaan Injil dari masa ke masa
|
 |
Fasad bata merahnya membangkitkan kenangan masa kecil di sekolah Katolik |
Keagungan Arsitektur dan Jejak Sejarah
Selama Perang Dunia II, kawasan di sekitar Katedral Assumption menghadapi serangan udara oleh pasukan Sekutu pada tahun 1942, yang menyebabkan kerusakan besar pada bangunan gereja. Setelah perang usai, gereja ini menjalani proses restorasi besar-besaran, dan kemudian menjalani renovasi lagi pada dekade 1980-an dan 1990-an. Bangunan katedral ini dibangun mengikuti poros tradisional timur-barat, dengan tata letak simetris, menara lonceng kembar, serta lengkungan-lengkungan setengah lingkaran yang langsung mengingatkan saya pada Katedral Notre-Dame di Paris. Belakangan saya mengetahui bahwa desain katedral ini memang sarat pengaruh arsitektur Gothic-Romanesque Prancis, bahkan sebagian terinspirasi dari Masjid–Katedral Córdoba yang terkenal di Spanyol. Saat memasuki pintu utama (sebelum misa dimulai), saya langsung terkesima oleh kemegahan interiornya. Langit-langit yang menjulang setinggi hampir 26 meter dihiasi dengan monogram nama Yesus dalam bahasa Latin serta bintang-bintang keemasan di atas latar biru tua, menciptakan kesan langit malam yang teduh dan menenangkan. Kubah dan dinding bagian dalam juga dipenuhi lukisan fresco yang menggambarkan kisah hidup Yesus dan Santa Perawan Maria dengan detail yang mengagumkan.
Makna historis katedral ini makin dikuatkan oleh perannya sebagai tuan rumah dua kunjungan Paus ke Thailand yakni Paus Yohanes Paulus II pada Mei 1984 dan Paus Fransiskus pada November 2019. Selain itu, Katedral Assumption juga pernah menerima kunjungan dari keluarga kerajaan, seperti Raja Ananda Mahidol dan Pangeran Bhumibol (yang kemudian menjadi Raja Rama IX) pada Mei 1946, Putri Soamsawali dan Putri Bajirakitiyabha pada tahun 1995, serta Putra Mahkota Vajiralongkorn (kini Raja Rama X) pada tahun 2002. Keseluruhan peristiwa ini menegaskan status Katedral Assumption sebagai simbol hidup kehadiran Katolik yang terus bertumbuh di Thailand dan dihargai tidak hanya oleh komunitas gereja, tetapi juga oleh masyarakat umum dan keluarga kerajaan.
 |
Sosok Paus Yohanes Paulus II mengingatkan akan jejak sejarah kunjungannya di Thailand |
 |
Assumption Convent School berdiri sejak tahun 1904 dan dikelola oleh para Suster St. Paul de Chartres |
Ekaristi yang Tak Mengenal Batas Negara dan Bahasa
Meskipun saya sudah hampir hafal semua tanggapan dalam perayaan Ekaristi berbahasa Indonesia, saya masih belum terbiasa dengan ungkapan-ungkapan liturgis yang digunakan dalam bahasa Inggris, kecuali bagian-bagian yang umum atau sederhana. Untungnya, panitia menyediakan selebaran berisi Tata Perayaan Ekaristi dalam bahasa Inggris, yang sangat membantu karena saya pribadi merasa tidak enak jika harus membuka ponsel saat misa. Namun ternyata ada beberapa bagian dari Doa Syukur Agung tidak dicetak di selebaran tersebut, sehingga saya secara refleks tetap merespons dalam Bahasa Indonesia. Meski demikian, menghadiri Misa berbahasa Inggris untuk pertama kalinya yang menjadi Misa pertama saya di luar Indonesia, menjadi pengalaman yang sangat berkesan. Di tengah perbedaan bahasa, saya tetap merasakan irama dan struktur perayaan yang begitu akrab dan menenangkan. Ini mengingatkan saya akan indahnya iman Katolik: di mana pun kita berada, esensi Ekaristi tetap mempersatukan kita sebagai satu Gereja yang universal.
Dengan hati yang penuh syukur dan semangat yang terangkat, saya kembali melangkah keluar ke pagi Bangkok yang hangat. Karena hari itu adalah akhir pekan, saya pun melanjutkan petualangan dengan menaiki BTS Skytrain di dekat katedral menuju Chatuchak Weekend Market—siap menyelami babak penuh warna berikutnya dari perjalanan saya di kota ini.
Assumption Cathedral Bangkok
อาสนวิหารอัสสัมชัญ
Lokasi 23 Oriental Avenue (Soi Charoenkrung 40), Bang Rak, Bangkok, Thailand
Jadwal Misa Mingguan
Sabtu, 17.00
Minggu, 07.00, 08.30, 10.00 (Bahasa Inggris), 17.00
* Misa dalam bahasa Thailand kecuali disebutkan dalam bahasa lain
(Waktu dalam THA = Thailand Standard Time GMT+7)
(khususnya berkaitan dengan Misa Berbahasa Inggris pada jam 10 pagi)
(website utama)
Comments
Post a Comment