Skip to main content

Featured

[ID] Som Tam di Tiap Sudut Bangkok, Pengalaman Kuliner yang Segar dan Seru

Makanan Thailand Favorit Saya Beberapa tahun lalu, saya sempat tinggal di Thailand selama beberapa bulan, dan sejak itu saya cukup akrab dengan cita rasa khas masakan Thailand. Meskipun secara umum profil rasanya tidak jauh berbeda dari hidangan Indonesia atau Asia Tenggara lainnya, selalu ada sesuatu yang istimewa saat kembali ke Thailand dan menikmati langsung kekayaan kulinernya.  Di Jakarta sendiri, makanan Thailand cukup mudah ditemukan di mana banyak pusat perbelanjaan besar yang memiliki setidaknya satu restoran Thailand. Sebagian besar restoran ini bahkan dengan bangga menampilkan sertifikasi “Thai Select”, sebuah penanda resmi dari Kementerian Perdagangan Thailand yang menjamin keaslian cita rasa dan pengalaman bersantap, baik di dalam maupun luar negeri.  Namun, makanan bukan hanya soal rasa. Suasana, pemandangan, dan bunyi-bunyian di sekitar juga memberi pengalaman tersendiri saat menyantapnya. Itulah mengapa saya begitu antusias menyambut perjalanan saya ke Bangkok...

[ID] Rahasia di Balik Patung Buddha Emas di Wat Traimit, Bangkok

Menapak Jejak Kenangan Cerita Emas yang Tersembunyi

Ayah saya pernah bercerita tentang sebuah patung Buddha emas yang sangat besar yang ada di Thailand, namun dahulu tertutup oleh lapisan tanah liat. Katanya, patung itu lama tak diketahui nilainya yang sesungguhnya, hingga akhirnya lapisan luarnya retak karena terjatuh dan terungkaplah kilauan emas murni di dalamnya. Cerita itu menempel di ingatan saya sejak kecil—bukan hanya karena keunikannya, tapi juga karena cara ayah menceritakannya dengan semangat penuh rasa ingin tahu. Saya pertama kali mendengar kisah itu saat ikut dalam perjalanan ke Bangkok bersama ayah, kakek, dan nenek saya sebagai bagian dari perjalanan luar negeri pertama saya ketika saya berusia 10 tahun. Meski dalam kunjungan itu kami tidak sempat singgah ke Wat Traimit kuil tempat patung Buddha emas itu berada, ceritanya tetap hidup dalam ingatan saya selama bertahun-tahun. Kini, bertahun-tahun setelahnya, saya akhirnya menjejakkan kaki di tempat yang dulu hanya ada dalam cerita ayah tersebut.

Warisan Berharga di Gerbang Pecinan Bangkok

Terletak di tepi kawasan Pecinan Bangkok yang penuh semarak, Wat Traimit menjadi rumah bagi salah satu artefak keagamaan paling luar biasa di dunia yaitu Patung Buddha Emas. Secara resmi dikenal sebagai Wat Traimit Wittayaram Worawihan, kuil Buddha beraliran Theravada ini hanya berjarak sekitar lima menit berjalan kaki dari Stasiun MRT Hua Lamphong, dan hanya beberapa langkah dari jalan utama Yaowarat yang selalu ramai. Berada di dekat kawasan dagang dan imigran bersejarah di Bangkok, Wat Traimit juga menjadi jembatan simbolis antara komunitas lokal Thailand dan keturunan Tionghoa, serta rutin menjadi tuan rumah bagi berbagai acara keagamaan dan budaya yang menarik perhatian warga lokal maupun wisatawan internasional. Awalnya, kuil ini dikenal dengan nama Wat Sam Chin atau “Kuil Tiga Orang Tionghoa” karena diyakini didirikan pada awal abad ke-19 oleh tiga sahabat keturunan Tionghoa pada masa pemerintahan Raja Rama III. Setelah mengalami renovasi pada tahun 1930-an, namanya diubah menjadi Wat Traimit Wittayaram pada tahun 1940 dengan nama “Traimit” berarti “tiga sahabat.” Pada masa itu, Wat Traimit masih merupakan kuil kecil dan kurang dikenal masyarakat luas, hingga pada tahun 1935, kuil ini menerima sebuah rupang Buddha besar yang sekilas tampak seperti patung lain pada umumnya, tertutup lapisan plester, dari sebuah kuil tua yang sudah terbengkalai di tepi Sungai Chao Phraya. Siapa sangka, kiriman itu menjadi awal dari penemuan yang luar biasa beberapa puluh kemudian.

Kuil Wat Traimit yang megah ini terletak di gerbang masuk kawasan Pecinan Bangkok

Rupang Buddha Emas yang terbesar di dunia dapat dijumpai dalam bangunan berlapis marmer yang megah ini

Patung Buddha yang Tersembunyi Selama Berabad-abad

Selama hampir dua abad, wujud asli Patung Buddha Emas ini tersembunyi di balik lapisan tebal plester yang terbut dari semen, kapur, dan serat, dan dihiasi pecahan kaca berwarna. Karena wujud aslinya telah lama terlupakan, patung ini sempat terbengkalai di sebuah kuil sederhana, dengan asal-usul yang masih diselimuti misteri. Berdasarkan karekteristik dan gaya seninya, para ahli meyakini bahwa patung ini dibuat pada abad ke-13 hingga ke-14, pada masa Kerajaan Sukhothai di mana pada periode ini karya seni kerajaan sangat dipengaruhi oleh kebudayaan India. Selanjutnya diyakini bahwa patung ini dipindahkan dari Sukhothai ke Ayutthaya pada awal abad ke-15. Menjelang kehancuran Ayutthaya karena invasi pasukan Burma pada tahun 1767, patung ini dibungkus seluruhnya dengan lapisan plester, kemungkinan besar sebagai upaya untuk menyembunyikan nilainya dan melindunginya dari penjarahan. Patung ini dibiarkan begitu saja dan akhirnya dipindahkan ke Bangkok setelah kota tersebut diangkat menjadi ibu kota baru oleh Raja Rama I. Selama beberapa waktu, patung ini menjadi rupang Buddha utama di Wat Phraya Krai (yang kemudian dikenal sebagai Wat Chotanaram), hingga kuil tersebut terbengkalai dan ditinggalkan. Kini, bekas lokasi kuil tersebut telah berubah menjadi salah satu destinasi modern di Bangkok yaitu Asiatique The Riverfront. Pada tahun 1935, patung ini dipindahkan sekali lagi, kali ini ke tempatnya yang sekarang di Wat Traimit.

Patung emas padat seberat 5,5 ton ini bergaya seni periode Sukhothai dengan posisi Maravijaya

Awalnya patung ini dilapisi dengan plester selama berabad-abad sampai akhirnya terungkap pada tahun 1955

Terungkapnya Patung Emas Padat di Balik Plester

Sambil menunggu pembangunan ruang yang cukup besar untuk menempatkannya secara layak, patung tersebut sempat disimpan di sebuah bangunan sederhana beratap seng selama hampir dua dekade. Hingga pada 25 Mei 1955, saat sedng diangkat untuk dipindahkan ke viharn (balai pertemuan) yang baru dibangun, sebuah insiden tak terduga terjadi — tali pengikat terputus, dan patung itu terjatuh. Para biksu dan pekerja terkejut ketika lapisan luar plesternya retak karena benturan, memperlihatkan permukaan emas yang berkilauan di baliknya. Setelah lapisan plester yang tersisa dikupas dengan hati-hati, terungkap bahwa patung ini terdiri dari beberapa bagian yang seluruhnya terbuat dari emas murni. Penemuan ini mengejutkan seluruh negeri dan menjadi berita utama di berbagai surat kabar dan siaran radio. Banyak umat Buddha memaknainya sebagai suatu pertanda yang luar biasa, apalagi waktunya bertepatan dengan persiapan peringatan 2500 tahun Parinirwana Sang Buddha menurut penanggalan Era Buddhis (B.E.) — kalender lunar yang dihitung sejak wafatnya Sang Buddha. 

Patung ini memiliki tinggi sekitar 3 meter, lebar 3,10 meter, dan berat kurang lebih 5,5 ton. Patung ini tercatat dalam Guinness World Records sebagai patung emas murni terbesar di dunia. Patung Buddha Emas ini digambarkan dalam sikap Maravijaya — duduk bersila, dengan tangan kanan menyentuh bumi dan tangan kiri bertumpu di pangkuan. Postur ini melambangkan momen pencerahan Sang Buddha, ketika beliau memanggil bumi untuk menjadi saksi atas kemenangannya melawan Mara, setan ilusi dan godaan. Sikap ini melambangkan keteguhan hati, kemenangan atas rintangan duniawi, dan pencapaian kebenaran sejati.

Lukisan di dinding museum ini menggambarkan upacara resmi kuil Wat Traimit pada tahun 2010

Di museum kebudayaan Tionghoa terdapat berbagai diorama yang mengilustrasikan kehidupan di masa lampau

Balai Suci Baru dan Dua Museum di Wat Traimit

Pada tahun 2010, sebuah bangunan megah dari marmer putih yang berkilau rampung dibangun untuk menempatkan Patung Buddha Emas yang secara resmi bernama Phra Phuttha Maha Suwanna Patimakon ini. Selain menjadi tempat pemujaan Patung Buddha Emas di lantai teratas, gedung baru di Wat Traimit ini juga memiliki dua ruang museum di bawahnya. Di lantai tiga, pengunjung dapat menjelajahi Museum Wat Traimit yang menyuguhkan kisah menarik lengkap dengan foto-foto lama Patung Buddha Emas mulai dari asal-usulnya yang misterius, masa penyamaran selama berabad-abad, hingga penemuan kembali yang mengejutkan pada tahun 1955. Salah satu koleksi yang paling menarik adalah pecahan asli dari lapisan plester yang dahulu menutupi patung tersebut, menjadi pengingat nyata akan masa lalunya yang tersembunyi begitu lama.

Sementara itu, lantai dua menjadi rumah bagi Pusat Warisan Pecinan Yaowarat (Yaowarat Chinatown Heritage Center), yang menyajikan gambaran lengkap mengenai sejarah, gelombang migrasi, serta kontribusi budaya komunitas Tionghoa-Thai di kawasan Pecinan Bangkok. Saat memasuki bangunan ini, jangan lewatkan panel mural baja berukir yang berjajar di sepanjang lorong masuk — karya seni yang indah ini menggambarkan berbagai episode dari tradisi sejarah Buddhis dan Tionghoa-Thai, seakan membuka jalan menuju perjalanan budaya yang kaya di dalamnya.

Panel seni mural dari ukuran logam ini menghiasi kuil dengan penggambaran berbagai legenda tradisional
Dijaga oleh singa mitologis dan persembahan kerajaan, tangga besar mengarah ke mondop marmer Wat Traimit

Dari Cerita Lama ke Kenyataan di Depan Mata

Peresmian mondop (balai suci) dan kompleks museum baru di Wat Traimit diselenggarakan pada 14 Februari 2010, dan dipimpin oleh Yang Mulia Putra Mahkota Vajiralongkorn (yang kini menjadi Raja Rama X) atas nama ayahandanya. Pada tahun yang sama, status Wat Traimit pun dinaikkan menjadi kuil kerajaan kelas dua (warowihan), memperkuat kedudukannya sebagai salah satu situs spiritual dan budaya paling penting di jantung Bangkok. Bagi saya pribadi, kunjungan ke Wat Traimit bukan sekadar perjalanan ke tempat wisata, melainkan semacam peziarahan kecil yang menyambungkan kembali potongan-potongan kenangan masa lalu saya. Di antara arus wisatawan dan cahaya keemasan sang Buddha, terselip kenangan akan sebuah kisah lama yang dulu pernah diceritakan ayah saya mengenai patung Buddha emas ini. Barangkali tanpa saya sadari, semangat menjelajah dan menggali cerita di balik tempat-tempat bersejarah ini tumbuh dari warisan kecil yang beliau tinggalkan: rasa ingin tahu, dan kesediaan untuk melihat lebih dalam di balik apa yang tampak di permukaan. Wat Traimit pun menjadi lebih dari sekadar kuil — ia menjadi ruang kenangan, refleksi, dan rasa terhubung yang sulit dijelaskan, tapi begitu berarti.



Wat Traimit Witthayaram Worawihan
วัดไตรมิตรวิทยาราม วรวิหาร

Lokasi 661 Charoen Krung Road, Samphanthawong District, Bangkok, Thailand

Jam Operasional
Setiap hari, 08.00 sampai dengan 17.00
* (Waktu dalam THA = Thailand Standard Time GMT+7)

Tiket Masuk
Wisatawan Asing - 100 Baht
Warga Negara Thailand - Gratis



Comments

Popular Posts