Skip to main content

Featured

[ID] Jejak Kasih Santa Maria Tak Bernoda di Gereja Santa Maria Imakulata

Jejak Misi OMI di Jakarta Barat Dalam tulisan sebelumnya, saya sempat berbagi tentang Gua Maria Imakulata di Paroki Jalan Malang, yang memiliki pelindung yang sama dengan lingkungan saya. Kali ini, benang merah itu berlanjut dengan mengunjungi sebuah gereja lain yang juga berada di bawah perlindungan Santa Maria Tak Bernoda. Gereja Santa Maria Imakulata yang terletak di kawasan perumahan Citra Garden 3, Jakarta Barat, menjadi pusat kehidupan Paroki Kalideres. Sebelum akhirnya berdiri sebagai paroki mandiri, gereja ini dahulu merupakan bagian dari Paroki Cengkareng yang lebih dulu hadir di wilayah Jakarta Barat. Di tengah hiruk pikuk kehidupan di kawasan pemukiman Citra Garden, Gereja Santa Maria Imakulata hadir sebagai pusat ibadah dan komunitas yang penting bagi umat Katolik di Jakarta Barat. Sejarah Paroki Kalideres sendiri sangat erat kaitannya dengan karya Kongregasi Oblat Maria Imakulata (OMI) yang hingga kini berkarya di paroki ini. Kongregasi yang dalam bahasa Latin dikenal ...

[ID] Pintu Gerbang Utama Indonesia, Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno–Hatta

Mengintip Lokasi dan Akses Bandara Soekarno–Hatta

Setelah sempat membahas sekilas mengenai Bandara Suvarnabhumi di Bangkok pada postingan sebelumnya, rasanya pas untuk juga membahas bandara utama yang ada di Indonesia yaitu Bandara Internasional Soekarno–Hatta atau yang kadang  disingkat menjadi Bandara Soetta. Meski menjadi pintu gerbang utama kota Jakarta, bandara ini sejatinya terletak di Tangerang, Provinsi Banten, Terletak di sebelah barat ibu kota, kawasan ini kerap dianggap sebagai bagian dari wilayah metropolitan Jabodetabek. Satu-satunya hal yang benar-benar mengkaitkan bandara ini dengan kota Jakarta adalah keberadaan Jalan Tol Prof. Sedyatmo yang walaupun sering dilanda kemacetan, tol ini tetap menjadi akses utama menuju bandara. Belakangan, hadir pula alternatif transportasi baru yang langsung menghubungkan bandara dengan pusat kota Jakarta, yaitu Kereta Api Bandara, yang akan saya bahas lebih lanjut pada bagian berikutnya.

Perjalanan dengan kali ini dimulai dari stasiun Rawa Buaya yang letaknya paling dekat dari rumah

Airport Rail Link atau kereta bandara ini menghubungkan Bandara Soetta dengan beberapa stasiun di Jakarta

Menghubungkan Bandara dan Pusat Kota Jakarta

Layanan kereta api bandara yang secara resmi dikenal sebagai Soekarno–Hatta Airport Rail Link ini menghubungkan bandara dengan Stasiun Manggarai di Jakarta Pusat, dengan beberapa pemberhentian di sepanjang rute yaitu di stasiun BNI City, Duri, Rawa Buaya, dan Batu Ceper. Sejak beroperasi pada tahun 2017, kereta bandara ini membuat perjalanan menuju maupun dari bandara jauh lebih dapat diprediksi dibanding harus berjibaku dengan jalanan macet khas Jakarta. Rutenya memanfaatkan sekitar 24 km jalur eksisting KRL antara Stasiun Manggarai dan Stasiun Batu Ceper, lalu dilanjutkan dengan 12 km jalur baru yang khusus dibangun untuk menghubungkan langsung ke Stasiun Bandara Soekarno–Hatta. Layanan ini dioperasikan oleh PT Kereta Commuter Indonesia, anak perusahaan dari PT KAI. Perjalanan dari bandara ke Manggarai memakan waktu sekitar 45–55 menit dengan jadwal keberangkatan setiap setengah jam, mulai pukul 05.00 dari Manggarai hingga keberangkatan terakhir dari bandara pada pukul 22.42.

Dalam perjalanan saya ke bandara ini, saya naik kereta bandara dari Stasiun Rawa Buaya yang merupakan stasiun pemberhentian yang baru ditambahkan dimulai tahun lalu. Kebetulan juga stasiun ini adalah yang paling dekat dari rumah saya. Perjalanan kereta bandara berjalan mulus dan tanpa hambatan, dan setibanya di bandara,  stasiun kereta bandara ini langsung terhubung dengan fasilitas kalayang (skytrain), yang menghubungkan penumpang dengan mudah ke tiga terminal penumpang yang ada di bandara. Selain kereta bandara, akses jalan tol tetap menjadi pilihan utama baik dengan mobil pribadi maupun taksi, dengan waktu tempuh dari pusat Jakarta berkisar 45 menit hingga lebih dari 1,5 jam tergantung kondisi lalu lintas. Bus DAMRI dan Transjakarta menyediakan opsi ekonomis dengan rute tetap dari berbagai titik di kota (1–2 jam perjalanan), sementara layanan taksi online juga tersedia luas untuk pilihan fleksibel dari pintu ke pintu, meski sama-sama juga berisiko menghadapi kemacetan lalu lintas.

Kalayang ini selanjutnya menghubungkan stasiun kereta di bandara dengan ketiga gedung terminal bandara 

Di bandara Soekarno–Hatta ini, kalayang hanya beroperasi di luar terminal bandara (landside)

Tiga Wajah Terminal di Soekarno–Hatta

Dari tiga terminal penumpang yang ada di Bandara Internasional Soekarno–Hatta, Terminal 1 adalah yang paling tua. Terminal ini dibuka pada tahun 1985 untuk menggantikan Bandara Kemayoran di Jakarta Pusat yang kemudian resmi ditutup. Enam tahun setelahnya, Terminal 2 hadir untuk mendukung layanan bandara terbesar di Indonesia ini. Saat ini, Terminal 1 melayani penerbangan domestik maskapai berbiaya rendah, sementara Terminal 2 menangani penerbangan baik domestik maupun internasional yang dioperasikan oleh maskapai Indonesia maupun asing. Pada musim puncak ibadah haji dan umrah, Terminal 2 juga menjadi pusat keberangkatan jamaah. Terminal 1 dan 2 dirancang oleh Paul Andreu, arsitek asal Prancis yang juga merancang Bandara Paris–Charles de Gaulle. Desain keduanya memadukan nuansa tradisional Indonesia dengan atap joglo khas Jawa serta sentuhan budaya dari berbagai daerah di Nusantara.

Secara kontras, Terminal 3 mengusung gaya arsitektur modern kontemporer yang didominasi jendela kaca dan rangka logam. Terminal ini menjadi rumah utama bagi maskapai nasionnal Garuda Indonesia serta mitra aliansi SkyTeam, melayani rute domestik maupun internasional. Sebagai terminal termuda dan paling canggih, T3 menawarkan ruang yang lebih lega dengan  fitur ramah lingkungan, sistem otomatis, serta fasilitas yang lebih baik. Dalam beberapa tahun terakhir, terminal ini terus ditingkatkan oleh InJourney Airports, selaku operator bandara milik negara, dengan menambahkan elemen untuk memberikan kesan hutan tropis Indonesia yang rimbun.

Menara ATC setinggi 61 meter ini tidak dapat mencakup keseluruhan bagian apron bandara terutama di Terminal 3

Saya cukup beruntung dapat menjumpai pesawat Garuda Indonesia dengan desain lawas Indonesian Airway ini

Asal Nama Bandara Internasional Soekarno–Hatta

Pernahkah Anda memperhatikan bahwa dalam nama Bandara Internasional Soekarno–Hatta selalu ada tanda hubung (–)? Hal ini karena nama tersebut menggabungkan dua tokoh besar bangsa Indonesia yaitu Ir. Soekarno (1901–1970), presiden pertama Indonesia, dan Mohammad Hatta (1902–1980), wakil presiden pertama. Keduanya diakui sebagai  proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, yang bersama-sama menandatangani Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia. Menariknya, kode bandara internasional (IATA) Soekarno–Hatta tidak menggunakan JKT untuk Jakarta atau singkatan dari nama resminya, melainkan CGK. Penetapan ini berasal dari Cengkareng, sebuah kawasan di Jakarta Barat yang berposisi di dekat lokasi pembangunan bandara, dan kemudian dijadikan rujukan resmi untuk kodenya. Adapun kode JKT sendiri sebelumnya sudah digunakan untuk Bandara Kemayoran, bandara lama Jakarta yang kini telah ditutup. Saat ini, kawasan metropolitan Jakarta dilayani oleh dua bandara: Soekarno–Hatta (CGK) dan Halim Perdanakusuma (HLP). Bandara Halim kini berfungsi sebagai bandara sekunder untuk penerbangan domestik terbatas, sekaligus tetap menjadi pangkalan utama TNI Angkatan Udara.

Terminal 3 tampil berbeda dari dua terminal lainnya dengan konstruksi baja dan kaca yang modern 

InJourney Airports selaku operator bandara mulai melibatkan banyak elemen hijau yang rimbun

Fasilitas dan Aktivitas Bandara Saat Ini

Bandara Internasional Soekarno–Hatta saat ini beroperasi dengan tiga landasan pacu yang masing-masing memiliki panjang 3.600 meter, 3.660 meter, dan 3.000 meter. Sejak dibukanya landasan pacu ketiga, kapasitas operasional bandara meningkat signifikan—dari sekitar 72 menjadi 114 penerbangan per jam. Hal ini memungkinkan Soekarno–Hatta menangani lebih dari 1.100 penerbangan per hari secara rata-rata.

Tingginya aktivitas tersebut sejalan dengan volume penumpang yang dilayani. Pada tahun 2019, sebelum pandemi, bandara ini mencatat lebih dari 66 juta penumpang, menempatkannya sebagai salah satu bandara tersibuk di dunia sekaligus yang tersibuk di Asia Tenggara. Sebelumnya sempat direncanakan pembangunan Terminal 4 untuk menampung terus meningkatnya jumlah penumpang. Namun, proyek ini akhirnya dibatalkan sekitar 2021–2022 ketika pandemi melanda. Fokus pengembangan kemudian dialihkan pada peningkatan dan perluasan tiga terminal yang sudah ada agar tetap mampu memenuhi kebutuhan masa depan.

Saat akan mendarat, kita disambur oleh pemandangan kawasan Pantai Indah Kapuk yang megah

Peran Penting dalam Jaringan Penerbangan Global dan Domestik

Posisi strategis Jakarta menjadikan Bandara Internasional Soekarno–Hatta sebagai salah satu bandara tersibuk di dunia dalam hal koneksi penerbangan. Untuk rute domestik, jalur Jakarta–Surabaya dan Jakarta–Denpasar secara konsisten termasuk yang paling padat di kawasan Asia, melayani jutaan penumpang setiap tahunnya. Sementara di tingkat internasional, penerbangan Jakarta–Singapura dan Jakarta–Kuala Lumpur juga menjadi salah satu koridor udara tersibuk di Asia Tenggara, menegaskan peran bandara ini sebagai pusat penghubung regional utama.

Dengan kapasitas yang terus bertambah, program modernisasi berkelanjutan, serta peran vitalnya dalam menghubungkan Indonesia ke dunia, Soekarno–Hatta hadir sebagai kebanggaan nasional. Peningkatan demi peningkatan bukan hanya mencerminkan komitmen Indonesia dalam menyediakan fasilitas penerbangan bertaraf internasional, tetapi juga menjadi simbol kemajuan dan tekad bangsa untuk berada di garis depan konektivitas global.



Bandara Internasional Soekarno–Hatta
IATA: CGK

Lokasi Bandara Internasional Soekarno–Hatta, Benda, Tangerang, Banten, Indonesia





 

Comments

Popular Posts