Gereja Santa Theresia, Salah Satu Gereja Katolik Tertua di Jakarta
Gereja Santa Theresia di Menteng merupakan salah satu gereja Katolik tertua di Jakarta. Paroki Menteng bahkan tercatat sebagai paroki ketiga yang berdiri di ibu kota, setelah Paroki Katedral di Jakarta Pusat dan Paroki Santo Yusuf di Matraman, Jakarta Timur. Paroki ini resmi dibuka pada tahun 1932, dua tahun setelah bangunan gereja selesai dibangun. Namun jauh sebelumnya, sejak 1927, komunitas Katolik di kawasan Menteng sudah mulai merayakan Ekaristi di Sekolah Katolik Santa Theresia. Saat itu, Menteng dan Gondangdia tengah dikembangkan sebagai kawasan hunian bergaya garden city oleh pemerintah kolonial Belanda. Sebidang tanah di Soendaweg—kini bernama Jalan Gereja Theresia—ditetapkan sebagai lokasi pembangunan gereja. Pada tahun yang sama, arsitek Belanda Theodore van Oyen bersama biro arsitektur Fermont & Cuypers merancang bangunan gereja dengan gaya modernis kolonial.
Sentuhan Art Deco dipadukan dengan Nieuwe Indische Stijl (Gaya Indies Baru) yang menyesuaikan iklim tropis Indonesia. Perpaduan ini membuat arsitekturnya tampak selaras dengan lingkungan sekitar. Dari luar, gereja semula tampak sederhana menyerupai rumah tinggal, kecuali menara runcing yang menjulang sebagai penanda khas sebuah rumah ibadat. Di atas pintu masuk berdiri menara lonceng dengan puncak runcing berhias salib, menjadi penanda visual yang menonjol di kawasan Menteng. Lonceng gereja dipasang dan diberkati dalam Misa perdana tahun 1934, dan hingga kini tetap hadir sebagai simbol yang menyertai cakrawala Menteng. Meski tampak tidak begitu besar dari luar, bangunan gereja mampu menampung hingga 800 umat. Seiring waktu, Paroki Menteng berkembang pesat dan kemudian melahirkan dua paroki baru, yaitu Paroki Jalan Malang dan Paroki Cideng.
 |
Paroki Menteng ini adalah paroki tertua ketiga yang ada di Keuskupan Agung Jakarta |
 |
Serupa dengan arsitektur bangunan di wilayah sekitarnya, bangunan gereja ini bergaya New Indies |
|
Santa Theresia dari Lisieux, Pelindung Gereja Paroki Menteng
Gereja Santa Theresia Menteng dipersembahkan bagi pelindungnya, Santa Theresia dari Lisieux—yang juga dikenal sebagai Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus dan Wajah Kudus. Kehidupan rohaninya yang sederhana namun mendalam hingga kini terus menjadi inspirasi bagi umat Katolik di seluruh dunia. Santa Theresia lahir dengan nama Marie Françoise-Thérèse Martin pada 2 Januari 1873 di Alençon, Prancis, sebagai putri bungsu dari pasangan Louis Martin dan Marie-Azélie Guérin. Kedua orang tuanya kemudian diangkat sebagai pasangan suami-istri pertama yang dikanonisasi bersama dalam Gereja Katolik. Dari sembilan anak mereka, hanya lima putri yang bertahan hidup hingga dewasa—dan semuanya memilih jalan hidup membiara.
Sejak kecil, Theresia memiliki kerinduan mendalam untuk masuk Ordo Karmel seperti kakak-kakaknya. Meski sempat dianggap terlalu muda, semangat dan tekadnya mendorong ia menghadap langsung Paus Leo XIII untuk memohon izin. Akhirnya, dengan restu Uskup Bayeux, ia diizinkan masuk biara Karmel Lisieux pada usia 15 tahun. Di balik kehidupan yang tersembunyi di balik tembok biara, Theresia menjalani jalan kesucian melalui kerendahan hati, ketaatan, dan cinta yang mendalam pada Tuhan. Ia menghidupi “jalan kecil” (the little way): melakukan hal-hal sederhana dengan kasih yang besar. Theresia wafat karena tuberkulosis pada usia 24 tahun. Namun, karyanya yang terkenal, Kisah Suatu Jiwa (Story of a Soul), yang diterbitkan setelah wafatnya, menyentuh hati jutaan orang dan menjadikannya teladan iman.
Santa Theresia dikanonisasi pada tahun 1925, hanya beberapa tahun sebelum Gereja Menteng dibangun, dan pada tahun 1997 Paus Yohanes Paulus II menganugerahinya gelar Pujangga Gereja. Sebagai pelindung Gereja Santa Theresia Menteng, ia menghadirkan semangat kekuatan yang tenang, iman yang teguh, serta sikap percaya penuh seperti seorang anak kecil pada penyelenggaraan Ilahi—sikap yang terus menginspirasi umat Katolik di Jakarta maupun di seluruh dunia.
 |
Gereja ini juga digunakan oleh Paroki Ekspatriat yang juga dilayani oleh para Pastor Jesuit |
|
 |
Jendela kaca patri yang indah terletak di atas masing-masing pintu masuk gereja |
Rancangan Interior dan Peran Para Jesuit
Salah satu ciri khas arsitektur Gereja Santa Theresia adalah bangunannya yang didirikan tanpa tiang penyangga di tengah ruang utama. Hal ini memungkinkan umat mendapatkan pandangan yang bebas ke arah altar dari setiap sudut bangku umat. Misa perdana di gedung baru ini dipimpin oleh Pastor Antonius Theodorus van Hoof, S.J., yang pada saat itu menjabat sebagai Pro-Vikaris Apostolik Batavia. Di atas altar, deretan kaca patri kecil yang berwarna-warni menampilkan Kristus yang dikelilingi oleh Kedua Belas Rasul. Selain itu, tiga jendela mawar (rose windows) memperindah bagian atas pintu-pintu gereja. Pada pintu utama, terpahat inisial “St Th” sebagai dedikasi kepada Santa Theresia, pelindung gereja ini. Jendela mawar di sisi barat memuat inisial “S M” untuk Sancta Maria, sementara di sisi timur terdapat “S J” untuk Sanctus Josephus. Inisial “S J” ini kerap disalahartikan sebagai singkatan Societas Iesu (Serikat Yesus), mungkin karena memang sejak awal para Jesuit hadir melayani di paroki ini.
Peran para imam Jesuit dalam perjalanan Paroki Menteng memang sangat signifikan. Tahun 1936, Pastor F. Fleerakkers, S.J. diangkat sebagai pastor paroki pertama, bersamaan dengan peresmian resmi berdirinya Paroki Menteng. Hingga kini, tradisi pelayanan Jesuit terus dilanjutkan. Sejak 2003, Gereja Santa Theresia juga menjadi rumah bagi St. Peter Canisius International Catholic Parish (STPCICP), yang sebelumnya dikenal sebagai Paroki Internasional Jakarta. Komunitas ekspatriat katolik internasional ini, yang hingga sekarang belum memiliki gedung gereja sendiri, telah dilayani secara pastoral oleh para imam Jesuit sejak tahun 1990.
 |
Panel kaca patri berwarna-warni di atas altar menggambarkan Yesus bersama para Rasul-Nya |
|
 |
Porta Sancta ini mengarah ke Gua Maria yang terletak di belakang gereja |
|
Porta Sancta dan Gua Maria Ratu Para Rasul
Berbeda dengan kebanyakan paroki yang menempatkan Porta Sancta di pintu utama gereja, Paroki Menteng memiliki keunikan tersendiri. Porta Sancta di sini justru terletak di belakang bangunan gereja, langsung mengarah ke Gua Maria Ratu Para Rasul. Penempatan ini bukan kebetulan, melainkan sebuah pilihan simbolis yang mengundang umat untuk menjalani perjalanan rohani yang lebih mendalam. Melewati Porta Sancta berarti melangkah dalam peziarahan harapan, ditemani Bunda Maria yang dihormati sebagai Bunda Harapan sekaligus Stella Maris (Bintang Laut). Kehadiran Santa Maria digambarkan sebagai penuntun umat dalam menghadapi gelombang kehidupan, sama seperti keteguhannya berdiri di kaki salib. Gua Maria ini menjadi ruang hening bagi umat untuk berdoa dan berefleksi, mengingatkan bahwa harapan sejati bukan sekadar optimisme, melainkan kekuatan yang lahir dari rahmat di tengah penderitaan.
Peziarahan ini akhirnya bermuara pada kedekatan yang lebih mendalam dengan Kristus, sejalan dengan semboyan Gereja: Per Mariam ad Iesum—melalui Maria menuju Yesus. Porta Sancta di Gereja Santa Theresia diresmikan pada Januari 2025 sebagai bagian dari perayaan Tahun Yubelium, mengundang umat untuk mengalami pembaruan iman dan rahmat melalui gerbang suci ini. Adapun Gua Maria Ratu Para Rasul sendiri diberkati pada 9 Januari 1988, dan pada Oktober 2012 gua ini mengalami renovasi besar untuk semakin menegaskan fungsinya sebagai tempat doa dan refleksi, sekaligus bentuk penghormatan kepada Maria sebagai Ratu Para Rasul.
 |
Gua Maria Ratu Para Rasul mengajak kita untuk mengalami pembaruan harapan |
|
 |
Panel-panel ini memberikan wawasan mengenai keputusan dibukanya Porta Sancta yang mengarah ke Gua Maria |
|
Akses Menuju Gereja Santa Theresia
Untuk mencapai Gereja Santa Theresia di Menteng dengan TransJakarta, Anda dapat turun di halte MH Thamrin (Sarinah) atau Stasiun Gondangdia. Dari kedua titik ini, jarak menuju gereja cukup dekat dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Gereja ini terletak di Jalan Gereja Theresia, tepat di jantung kota Jakarta. Jika menggunakan KRL Commuter Line, Anda bisa turun di Stasiun Gondangdia. Dari sana, berjalan kaki sekitar 10–15 menit akan membawa Anda langsung ke paroki. Jalur menuju gereja cukup ramah bagi pejalan kaki, sehingga memudahkan baik umat yang datang untuk Misa harian maupun peziarah yang hendak berkunjung.Lokasinya yang strategis di pusat kota menjadikan Gereja Santa Theresia mudah dijangkau oleh siapa saja.
Lebih dari sekadar bangunan bersejarah, gereja ini adalah tempat di mana umat menemukan keteduhan, inspirasi, dan kesempatan untuk memperdalam iman. Semoga setiap kunjungan ke paroki ini membawa kedamaian dan memperkuat relasi Anda dengan Kristus. Mengunjungi Gereja Santa Theresia di Menteng bukan hanya soal melihat bangunan bersejarah, tetapi juga menemukan ruang hening di tengah hiruk pikuk Jakarta. “Jalan kecil” yang diajarkan Santa Theresia—melakukan hal sederhana dengan kasih besar—terasa begitu relevan bagi hidup kita. Melewati Porta Sancta menuju Gua Maria menghadirkan pengalaman rohani yang menguatkan, seolah diingatkan bahwa harapan sejati hanya dapat ditemukan bersama Kristus. Gereja ini pun tetap menjadi tempat perjumpaan iman, doa, dan damai yang terus hidup di hati umat.
Paroki Menteng
Gereja Santa Theresia
Lokasi Jalan Gereja Theresia No 2, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat
Jadwal Misa Mingguan
Sabtu, 15.30 WIB*, 18.00 WIB
Minggu, 06.00 WIB, 08.00 WIB, 10.00 WIB, 15.00 WIB*, 17.00 WIB, 19.00 WIB
Catatan: *Misa dalam Bahasa Inggris
Comments
Post a Comment