Skip to main content

Featured

[ID] Som Tam di Tiap Sudut Bangkok, Pengalaman Kuliner yang Segar dan Seru

Makanan Thailand Favorit Saya Beberapa tahun lalu, saya sempat tinggal di Thailand selama beberapa bulan, dan sejak itu saya cukup akrab dengan cita rasa khas masakan Thailand. Meskipun secara umum profil rasanya tidak jauh berbeda dari hidangan Indonesia atau Asia Tenggara lainnya, selalu ada sesuatu yang istimewa saat kembali ke Thailand dan menikmati langsung kekayaan kulinernya.  Di Jakarta sendiri, makanan Thailand cukup mudah ditemukan di mana banyak pusat perbelanjaan besar yang memiliki setidaknya satu restoran Thailand. Sebagian besar restoran ini bahkan dengan bangga menampilkan sertifikasi “Thai Select”, sebuah penanda resmi dari Kementerian Perdagangan Thailand yang menjamin keaslian cita rasa dan pengalaman bersantap, baik di dalam maupun luar negeri.  Namun, makanan bukan hanya soal rasa. Suasana, pemandangan, dan bunyi-bunyian di sekitar juga memberi pengalaman tersendiri saat menyantapnya. Itulah mengapa saya begitu antusias menyambut perjalanan saya ke Bangkok...

[ID] Menjelajah Chinatown Singapura, Dari Laksa Hangat hingga Mural Cantik

Setelah perjalanan singkat di Fort Canning Park yang sudah kita bahas di postingan sebelumnya, saya langsung naik MRT Downtown Line dari Stasiun Fort Canning menuju ke Stasiun Chinatown, yang hanya berjarak satu pemberhentian saja. Ya, transportasi umum di Singapura memang sepraktis itu. Sejak diluncurkan pada tanggal 7 November 1987, sistem MRT Singapura sudah berkembang dengan pesat. Dari awalnya hanya memiliki jalur sepanjang 6 kilometer yang mencakup lima stasiun saja, kini jaringannya membentang lebih dari 242,6 kilometer dengan delapan jalur dan 143 stasiun. Sebagai sistem metro tertua, tersibuk, dan mungkin paling lengkap di Asia Tenggara, Singapore MRT melayani lebih dari 3,4 juta penumpang setiap hari, dengan total sekitar 1,2 miliar penumpang per tahun. Untuk perjalanan saya—dimulai dari Bandara Changi dan kembali lagi ke sana—saya menggunakan 1-Day Tourist Pass yang super praktis, yang saya beli dari mesin penjual otomatis di bandara. Kartu ini membuat perjalanan selama persinggahan singkat  di Singapura ini menjadi sangat mudah. Hal yang perlu diperhatikan untuk mempermudah mobilitas hanyalah tanda keluar di setiap stasiun, karena setiap pintu keluar mengarah ke area yang berbeda di sekitar stasiun tersebut.

Rumah-rumah toko ikonik di Chinatown memadukan tradisi dan warna yang mencolok

Jalanan dipenuhi dengan toko-toko yang menjual berbagai oleh-oleh, ramuan herbal, bahkan durian

Sejarah panjang Chinatown Singapura dapat ditelusuri kembali ke Perencanaan Kota (Town Plan) Sir Stamford Raffles pada tahun 1822, yang menetapkan kawasan di sebelah barat daya Sungai Singapura sebagai pemukiman orang Tionghoa, yang saat itu dikenal sebagai Kampong Cina. Penataan wilayah ini menarik gelombang imigran dari daratan Cina, yang banyak di antaranya datang untuk mencari peluang yang lebih baik di pelabuhan dagang yang sedang berkembang ini. Kampung ini kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan dialek dan asal wilayah seperti kawasan Hokkien, Kanton, Teochew, dan Hainan, sehingga membentuk komunitasnya masing-masing yang erat. Profesi dan pekerjaan juga menjadi salah satu penentu penetapan wilayah, misalnya kawasan pandai besi, penjahit, dan kawasan pengobatan tradisional uang masing-masing memiliki klaster sendiri. Pembangunan area ini mulai dilakukan sekitar tahun 1843 dengan pembangunan rumah toko dan bangunan kampung. Namun, pada pertengahan abad ke-20, pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan kepadatan dan sanitasi yang buruk. Proyek perbaikan besar-besaran dilakukan pada tahun 1980-an untuk mengatasi masalah ini, termasuk perbaikan infrastruktur dan pelestarian bangunan bersejarah. Salah satu tanda bagaimana Chinatown terus merangkul masa lalunya yang penuh warna sambil menyatu dengan kota modern dapat dilihat dari mural-mural menawan yang menghiasi dinding-dindingnya. Karya seni ini menjadi jendela ke warisan budaya kawasan tersebut. Dua contoh yang sangat mencolok adalah My Chinatown Home, yang menggambarkan adegan dapur tradisional di Smith Street, dan mural pertunjukan Opera Kanton yang hidup di Temple Street. Keduanya dilukis oleh Yip Yew Chong, seorang seniman lokal yang dikenal dengan gambaran nostalgia masa lalu Singapura. Mural-mural ini menghidupkan cerita sehari-hari Chinatown, tentang masakan rumahan, kehidupan komunitas, dan hiburan jalanan yang memberi gambaran pengunjung akan kehidupan di masa lampau di kawasan tersebut. Dan itu baru permulaan, masih banyak mural lain tersebar di seluruh kawasan, masing-masing dengan kisahnya sendiri. 

Semangkok besar ayam laksa yang panas ini menawarkan citarasa kuliner khas Singapura

Kuil Sri Mariamman yang dibangun pada tahun 1827 ini adalah kuil Hindu tertua di Singapura

Saat saya tiba di Chinatown, waktu sudah lewat tengah hari dan rasa lapar mulai terasa. Alhasil, hal pertama yang saya cari adalah makanan. Dan apa yang saya temukan? Semangkuk besar laksa yang hangat dan mengenyangkan, benar-benar yang saya butuhkan. Laksa adalah sup mie berbahan dasar santan pedas, hidangan favorit komunitas Peranakan Tionghoa, yang biasa ditemukan di Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Bahan dan cara memasaknya sangat bervariasi di tiap lokasi, sehingga sulit untuk menentukan asal muasal hidangan ini. Laksa yang saya nikmati di Chinatown kali ini adalah laksa ayam yang disajikan panas, dengan kuah kaya rasa dan potongan ayam yang empuk. Ini adalah makanan penghangat yang sempurna untuk mengisi tenaga setelah berjalan jauh. Setelah selesai makan, saya kembali keluar ke jalan untuk menikmati jenis keindahan lain, suasana kehidupan Chinatown Singapura yang ramai. Kawasan itu penuh energi, mulai barisan rumah toko warisan dengan warna-warna mencolok, kios-kios yang menjual berbagai barang mulai dari oleh-oleh hingga ramuan herbal, dan kuil-kuil dengan arsitektur khas yang tersembunyi di antara kafe-kafe modern. Saat saya berjalan menyusuri Pagoda Street dan jalan-jalan kecil di sekitarnya, saya mencium aroma dupa dari Kuil Sri Mariamman, kuil Hindu tertua di Singapura yang dibangun pada tahun 1827 dan didedikasikan untuk dewi Mariamman. Tak jauh dari sana berdiri megah Kuil Relik Gigi Buddha, yang relatif baru tapi tidak kalah mengesankan, selesai dibangun pada 2007, yang mengklaim menyimpan relik suci gigi Buddha sendiri. Di kawasan yang sama juga terdapat Masjid Jamae (Masjid Chulia) yang bersejarah, salah satu masjid tertua di Singapura yang dibangun sekitar tahun 1830 oleh pedagang Muslim Tamil dari Pesisir Coromandel, India Selatan. Gaya arsitekturnya yang unik, menggabungkan pengaruh India Selatan dan neoklasik, menjadi bukti keragaman dan harmoni agama yang ditemukan di bagian kota ini. Perpaduan budaya, pemandangan, dan suara menciptakan suasana yang hidup dan benar-benar membangkitkan indera saya, sekaligus menawarkan pandangan lebih dalam tentang identitas Singapura yang kaya dan multikultural.

Mural berjudul Cantonese Opera oleh Yip Yew Chong adalah satu dari banyak mural di Chinatown

Mural-mural ini mengingatkan saya pada karya-karya serupa di Georgetown, Penang

Meski bernama Chinatown, kawasan ini tidak hanya terbatas untuk orang Tionghoa. Sejak awal, sejumlah kecil tapi signifikan pedagang India dan Muslim juga menetap di sini, yang kemudian mendirikan tempat ibadah seperti Kuil Sri Mariamman, Masjid Jamae (Chulia), dan juga Masjid Al-Abrar. Tempat-tempat ibadah masih bertahan hingga kini dan juga masih aktif sebagai pusat peribadatan dan kehidupan komunitas, yang menjadi bukti multikulturalisme yang sudah lama ada di kawasan ini. Perpaduan budaya ini tetap menjadi ciri khas Chinatown yang paling unik dan tahan lama, menjadikannya bukan hanya sebagai distrik bersejarah, tetapi juga representasi hidup dari akar keberagaman Singapura. Dengan sejarah yang kaya, kuliner yang menggoda, tempat ibadah spiritual, dan sudut seni jalanan, tak heran Chinatown tetap menjadi salah satu tujuan favorit dan paling sering dikunjungi di Singapura.




Chinatown Singapore

Lokasi Chinatown, Singapura

Jam Buka 
Setiap hari, 24 jam (area publik)
Toko, tempat makan, pasar, dan kuil memiliki jam buka masing-masing





 

Comments

Popular Posts