Skip to main content

Featured

[ID] Pengalaman Misa Pertama Berbahasa Inggris di Katedral Assumption Bangkok

Pertama Kalinya Mengikuti Misa Berbahasa Inggris Seperti kata orang, pengalaman pertama akan selalu dikenang. Salah satu pengalaman pertama saya selama berada di Thailand adalah mengikuti Misa pada hari Minggu  dalam Bahasa Inggris untuk pertama kalinya. Kesan dari pengalaman ini menjadi istimewa karena momen ini terjadi dalam perjalanan singkat saya ke Thailand dan berlangsung di tempat yang luar biasa, yaitu Katedral Assumption di Bangkok.  Meskipun bukan gereja tertua di Thailand (gelar tersebut dimiliki oleh Gereja Immaculate Conception atau Wat Kamen yang dibangun hampir satu setengah abad lebih awal di Bangkok), dan bukan pula yang terbesar (karena status ini saat ini dipegang oleh Katedral Immaculate Conception di Chanthaburi), Katedral Assumption tetap menjadi gereja Katolik utama di negara ini yang juga berfungsi sebagai gereja pusat Keuskupan Agung Bangkok. Katedral ini terletak di Distrik Bang Rak yang bersejarah, di pesisir timur Sungai Chao Phraya yang tersohor. K...

[ID] Ketika Arsitektur Thai Membingkai Iman Katolik di Gereja Holy Redeemer

Pelayanan untuk Semua Dari Ekspatriat hingga Warga Marginal

Terletak tidak jauh dari hotel saya di kawasan Nana, Gereja Holy Redeemer menjadi gereja Katolik pertama yang saya kunjungi di Thailand. Lokasinya hanya sekitar 10 menit berjalan kaki dari Benjakitti Forest Park, tepat di seberang Jalan Tol Chaloem Maha Nakhon yang dikenal sebagai jalan tol pertama di Thailand. Gereja ini berada di Soi Ruamrudee 5, tak jauh dari Wireless Road di distrik Pathumwan, Bangkok, dan paroki Holy Redeemer ini berada di bawah Keuskupan Agung Bangkok. Sejak awal berdirinya, gereja ini telah menjadi tempat bernaung bagi berbagai lapisan masyarakat yang beragama Katolik di sekitarnya. Terletak di kawasan yang dikenal sebagai lokasi berbagai kedutaan besar negara asing di pusat kota Bangkok, paroki ini berkembang pesat berkat kehadiran komunitas ekspatriat dari berbagai latar belakang—mulai dari Eropa, Filipina, Afrika, hingga Asia Selatan—serta tetap merangkul umat lokal dari Thailand. Untuk melayani jemaat yang beragam ini, Holy Redeemer secara konsisten mengadakan misa rutin dalam dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Thailand.

Menyadari ketimpangan sosial yang nyata yang seringkali dijumpai di kawasan perkotaan seperti Bangkok ini, gereja ini memberikan perhatian besar kepada kawasan kumuh Khlong Toey yang terletak di sebelahnya yang juga menjadi tempat tinggal banyak umat paroki. Sejak awal didirikan, paroki ini menunjukkan komitmen terhadap pelayanan dan pengabdiannagi sesama, dengan mendirikan berbagai program seperti misi Mercy Center dan inisiatif bantuan lainnya bagi keluarga kurang mampu. Semangat pelayanan yang kuat ini tidak dapat dilepaskan dari warisan para imam pendiri gereja ini, yaitu anggota tarekat religius yang dikenal membawa visi misi yang berlandaskan pada belarasa terhadap kaum marginal. Landasan inilah yang terus membentuk sejarah Gereja Holy Redeemer hingga hari ini sebagai sebuah komunitas iman yang hidup dan berdampak nyata bagi sesama.

Sekilas gereja Katolik ini tampak mirip sekali dengan wat atau kuil tradisional Thailand

Ikon Our Lady of Perpetual Help melambangkan pelayanan Kongregasi Redemptoris di paroki ini  

Jejak Para Redemptoris dan Awal Berdirinya Holy Redeemer Church

Gereja Holy Redeemer didirikan oleh Kongregasi Sang Penebus Mahakudus, yang lebih dikenal sebagai Kongregasi Redemptoris. Kongregasi dengan nama Latin Congregatio Sanctissimi Redemptoris (atau disingkat sebagai CSsR) ini didirikan pada tahun 1732 oleh Santo Alfonsus Liguori di Scala, Italia dan secara resmi disahkan oleh Paus Benediktus XIV pada 25 Februari 1749. Tarekat ini lahir dari komitmen mendalam Santo Alfonsus untuk melayani kaum miskin dan terpinggirkan, sebuah misi yang hingga kini menjadi inti identitas para Redemptoris. Mengikuti jejak sang pendiri, para Redemptoris hidup dalam komunitas misioner yang bersifat terbuka, penuh doa, dan berdedikasi untuk membantu kaum miskin agar menyadari martabat dan nilai mereka di hadapan Allah. Saat ini, terdapat lebih dari 5.500 imam dan bruder Redemptoris yang melayani di 82 negara di seluruh dunia.

Tarekat ini juga memiliki devosi khusus kepada Bunda Penolong Abadi (Our Lady of Perpetual Help), dan pada tahun 1865, Paus Pius IX secara resmi mengangkat Redemptoris sebagai penjaga dan pewarta ikon tersebut beserta gelarnya. Para misionaris Redemptoris pertama kali tiba di Thailand pada tahun 1948 melalui Pulau Si Chang di lepas pantai Si Racha, sebelum melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Chao Phraya menuju Bangkok. Pada awal tahun 1949, dua imam Redemptoris pertama di kota ini, Pastor Charlie Cotant dan Pastor John Duyn, menyewa sebuah rumah di Jalan Nai Lert. Mereka mengubah sebuah ruang bekas garasi di sana menjadi kapel sederhana yang kemudian dikenal secara akrab dengan nama “Our Lady of the Garage” (Bunda Maria dari Garasi).


Bagian dalam gereja seperti panel hiasan langit-langit ini juga mencerminkan elemen tradisional

Patung emas Christ the Redeemer di altar ini dibuat menyerupai patung Buddha di kuil-kuil Thailand

Pilihan Arsitektur yang Mengakar pada Budaya Lokal

Setelah beberapa tahun melayani umat di berbagai lokasi sementara, akhirnya sebidang tanah permanen berhasil diperoleh di Soi Ruamrudee, yang kemudian menjadi lokasi pembangunan Paroki Holy Redeemer. Pemilihan lokasi gereja ini dilakukan atas arahan Mgr. Louis Chorin, kepala Gereja Katolik di Bangkok pada saat itu, yang menyadari kebutuhan yang semakin besar untuk melayani komunitas Katolik berbahasa Inggris di kota ini. Pada masa itu, jumlah imam yang mampu melayani dalam bahasa Inggris masih sangat terbatas, sehingga Mgr. Chorin secara khusus mencari lahan di kawasan strategis yang mudah diakses dan sering dikunjungi para ekspatriat serta diplomat. Keberhasilan memperoleh lahan di kawasan Ruamrudee akhirnya memungkinkan para Redemptoris untuk membangun kehadiran gereja secara permanen di pusat kota Bangkok, dan Gereja Holy Redeemer pun resmi dibuka dan diberkati pada tahun 1954—menjadi rumah rohani yang bertahan hingga kini di jantung ibu kota Thailand.

Dikenal dalam bahasa Thai sebagai Wat Phra Maha Thai, Gereja Holy Redeemer menjadi salah satu gereja Katolik dengan arsitektur unik di Bangkok karena dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Thailand, berbeda dari kebanyakan gereja Katolik yang cenderung mengadopsi gaya Eropa. Pendekatan arsitektur ini merupakan usulan dari Uskup Amerika Serikat yang terkenal, Mgr. Fulton Sheen, yang saat itu sedang mengunjungi Thailand dan mendorong penerapan konsep inkulturasi budaya dalam arsitektur gereja Katolik di negara ini. Desain bangunan gereja diawasi oleh insinyur asal Italia, Giorgio Accinelli, dan dibantu oleh François Montocchio, seorang arsitek muda berdarah Prancis-Vietnam yang saat itu sedang menimba pengalaman profesional. Dari luar, gereja ini tampak sangat mirip dengan sebuah kuil Buddha khas Thailand, dengan atap merah bertingkat, ujung atap berlapis emas, serta detail ukiran yang rumit pada atapnya. Jika bukan karena salib yang dipasang di puncak atap, orang mungkin akan mengira bangunan ini sebagai sebuah wat (kuil). Namun, identitas Kristiani gereja ini terlihat jelas dari kehadiran ikon Maria yang sangat lekat dengan spiritualitas Kongregasi Redemptoris yaitu Bunda Penolong Abadi (Our Lady of Perpetual Help) yang terpampang mencolok di bagian depan bangunan. Kehadiran gambar suci ini, berdampingan dengan salib, menjadi penanda tegas bahwa bangunan ini adalah gereja Katolik meskipun tampil dengan arsitektur khas Thailand. Perpaduan elemen Katolik dan budaya Thai ini terus berlanjut hingga ke dalam bagian dalam ruang ibadah.

Jalan Salib ini dihadirkan dalam rangkaian pahatan berkesinambungan sesuai pengaruh seni rupa Thailand

Kapel Santa Margarita yang tenang ini dapat dijumpai di pojok lantai dasar Gedung Redeemer Hall

Mengintegrasikan Iman dan Budaya Lewat Seni Rupa

Semangat inkulturasi arsitektur ini terus berlanjut di dalam gereja. Langit-langitnya terdiri dari panel kayu berlapis pernis merah, masing-masing dihiasi medali bunga berlapis emas dan dibingkai dengan pola geometris keemasan, sebuah gaya yang terinspirasi langsung dari langit-langit aula kerajaan Thai. Rangkaian panel dekoratif ini tak hanya memperindah ruang ibadah, tetapi juga mengakar kuat dalam tradisi visual lokal. Di bawah naungan artistik tersebut, terdapat unsur khas liturgi Katolik: deretan bangku kayu berjajar rapi, altar yang dibingkai motif bergaya Thai, serta sebuah patung besar Kristus Sang Penebus berwarna emas yang menggantikan salib tradisional. Altar gereja ini juga dilengkapi dengan perabotan hias bernuansa Thai dan benda-benda dekoratif berwarna emas yang mengingatkan pada suasana istana kerajaan atau ruang ibadah monastik Buddhis. Patung Kristus Sang Penebus yang mencolok dengan tangan terangkat memberikan berkat mencerminkan ikonografi khas Kristus Sang Penebus (Christ the Redemptor), namun ditampilkan dalam gaya dan lapisan emas menyerupai patung-patung yang biasa ditemukan di kuil-kuil Thailand. Perpaduan ini dengan indah menyatukan identitas rohani sekaligus budaya dari paroki ini.

Salah satu elemen unik lainnya adalah penggambaran Jalan Salib. Tidak seperti umumnya yang disajikan dalam rangkaian lukisan atau pahatan terpisah di sepanjang dinding, di gereja ini adegan-adegan tersebut dihadirkan dalam bentuk relief naratif yang berkesinambungan di kedua sisi dinding dalam gereja, mengalir laksana mural tradisional Thai. Di bagian belakang kompleks gereja berdiri Redeemer Hall, sebuah gedung serbaguna modern yang menjadi tempat bagi rumah pastoran, ruang rapat, serta berbagai ruangan untuk menampung kegiatan komunitas dan fasilitas yang mendukung karya sosial gereja. Di lantai dasar Redeemer Hall, saya juga menemukan sebuah kapel kecil yang tenang bernama Kapel Santa Margarita, terletak di pojok gedung. Ruang yang sederhana namun hangat ini memiliki altar kayu modern, salib, bangku umat, dan sekali lagi, ikon Bunda Penolong Abadi—menghadirkan suasana doa yang bersahaja dan sakral untuk pertemuan kecil atau devosi pribadi. Di bagian depan gedung serbaguna ini terdapat patung Bunda Penolong Abadi, ikon Maria yang sangat erat kaitannya dengan Kongregasi Redemptoris (CSsR), pendiri Gereja Holy Redeemer. Gambar Maria yang sama juga dapat ditemukan dalam bingkai di atas pintu masuk utama gedung, semakin menegaskan hubungan mendalam gereja ini dengan misi pelayanan Redemptoris.


Patung Bunda Penolong Abagi ini diteduhi dengan kanopi khas arsitektur kuil Thailand 

Santo Yudas Tadeus dikenal sebagai pelindung mereka yang berputus asa dan kehilangan harapan

Jembatan Iman dan Budaya di Jantung Bangkok

Di depan pintu masuk utama, berdiri patung Santo Yudas Tadeus menghadap ke arah pintu gereja. Santo Yudas Tadeus ini dikenal sebagai pelindung bagi mereka yang menghadapi situasi putus asa. Kehadirannya di sini selaras dengan tradisi panjang Gereja Holy Redeemer dalam melayani komunitas terpinggirkan dan mereka yang berada dalam kebutuhan rohani. Kedua patung yang mencolok ini, Bunda Penolong Abadi dan Santo Yudas Tadeus, masing-masing ditempatkan dalam bangunan kanopi bergaya Thai yang elegan, dengan atap runcing dan puncak emas yang mencerminkan arsitektur tradisional Buddhis. Kanopi-kanopi berornamen ini, yang lazim ditemui dalam struktur kuil Thailand, semakin memperkuat komitmen gereja terhadap integrasi budaya tanpa menghilangkan jati diri Katolik yang kuat.

Gereja Holy Redeemer menjadi bukti nyata kemampuan Gereja Katolik dalam menjangkau lintas batas budaya dan sosial. Dengan identitas arsitektur Thai yang mencolok dan misi ganda yang diembannya, gereja ini menjembatani dua dunia yang berbeda—menyambut komunitas ekspatriat Bangkok yang beragam, sekaligus menunjukkan kasih dan kepedulian kepada mereka yang paling rentan, khususnya warga dari kawasan kumuh Klong Toey yang berada di tak jauh dari gereja. Lebih dari sekadar tempat ibadah, Gereja Holy Redeemer adalah ruang suci inklusif yang menjunjung martabat dan iman bersama. Meskipun gereja Katolik bergaya Thai unik ini meninggalkan kesan mendalam, gereja ini bukanlah satu-satunya yang saya kunjungi di Bangkok. Dalam tulisan berikutnya, saya akan membagikan pengalaman menghadiri Misa Ekaristi dalam bahasa Inggris untuk pertama kalinya—berlangsung di sebuah gereja bersejarah lain yang tak kalah kaya akan nilai arsitektur tak jauh dari tepi Sungai Chao Phraya.



Gereja Holy Redeemer
วัดพระมหาไถ่

Lokasi 123/15 Ruamrudee Soi 5, Wittayu Road, Patumwan, Bangkok, Thailand

Jadwal Misa Mingguan
Sabtu, 17.30 (Inggris), 19.00
Minggu, 06.30, 07.30, 08.30 (Inggris), 09.45 (Inggris), 11.00 (Inggris), 12.30, 17.30 (Inggris), 19.00
* Misa dalam bahasa Thailand kecuali disebutkan dalam bahasa lain
  (Waktu dalam THA = Thailand Standard Time GMT+7)



Comments

Popular Posts