Menelusuri Jejak Sang Raja Sutra Dalam Kunjungan ke Jim Thompson House Museum
Bagi pecinta seni, arsitektur, atau sejarah Asia Tenggara, ada sebuah hidden gem di tengah hiruk-pikuk Bangkok, tepatnya di Distrik Pathumwan, tak jauh dari Stasiun BTS National Stadium. Tempat itu adalah Jim Thompson House Museum, bekas kediaman seorang pengusaha Amerika yang dikenal luas sebagai "Raja Sutra" berkat perannya yang sangat penting dalam membangkitkan industri sutra Thailand pada era 1950-an. Kunjungan kali ini sebenarnya merupakan kunjungan kedua saya ke museum tersebut. Karena merasa sudah hafal jalan, saya terlalu percaya diri dan justru malah tersasar. Alih-alih menuju Soi Kasemsan 2, saya malah berjalan ke arah Bangkok Art and Culture Center (BACC). Untungnya, saya segera menyadari kesalahan itu setelah memeriksa Google Maps dan langsung berbalik arah. Setelah menemukan Soi Kasemsan 2, saya menyusuri jalan yang tenang itu sekitar lima menit dari pintu keluar 1 Stasiun BTS, hingga akhirnya tiba di museum. Lokasi Jim Thompson House berada di sisi kiri jalan, hanya beberapa meter setelah melewati Jim Thompson Art Center. Bagi yang enggan berjalan kaki, tersedia juga layanan antar-jemput gratis berupa kereta golf kecil yang hilir mudik sepanjang jalan menuju museum.
 |
Museum Jim Thompson House ini terletak di tengan keramaian pusat perbelanjaan Siam
|
 |
Taman tropis yang rindang mengelilingi rumah yang dicancang oleh Jim Thompson pada tahun 1958 ini |
Perjalanan Hidup Dari Delaware ke Bangkok
James W.H. Thompson lahir di negara bagian Delaware, Amerika Serikat, pada tahun 1906. Setelah meraih gelar arsitektur dari salah satu universitas ternama di negaranya, ia sempat bekerja di sebuah firma arsitektur di New York. Namun, beberapa kali upayanya untuk memperoleh lisensi arsitek profesional tidak membuahkan hasil. Pada tahun 1940, ia pun memutuskan untuk bergabung dengan Delaware National Guard, sebuah keputusan yang kelak akan mengubah jalan hidupnya secara drastis. Tak lama kemudian, Thompson direkrut oleh Office of Strategic Services (OSS), lembaga intelijen yang kemudian menjadi cikal bakal CIA. Menjelang akhir Perang Dunia II, ia ditempatkan di Thailand sebagai bagian dari penugasannya. Di sinilah titik balik hidupnya terjadi. Ia jatuh hati pada keindahan negeri ini, budaya yang kaya, dan keramahan penduduknya.
Setelah masa dinas militernya berakhir, Jim Thompson memilih untuk kembali menetap di Thailand — keputusan besar yang akan menandai awal dari kisah panjangnya di negeri gajah putih ini. Seiring waktu, minatnya terhadap industri sutra tradisional Thailand pun tumbuh. Ia heran mengapa industri ini tampak meredup, padahal memiliki potensi yang sangat besar. Rasa ingin tahunya berubah menjadi dedikasi, terutama setelah ia menjalin hubungan dekat dengan komunitas perajin kain sutra dari kalangan Muslim di kawasan Ban Krua. Ingin terus menjaga kedekatan itu, Thompson memilih membangun rumah tinggalnya tepat di seberang klong (kanal) dari permukiman mereka, agar bisa sering berkunjung. Dari sinilah kisah rumah ikonik di tepi kanal ini bermula. Hingga saat ini kanal ini masih rutin dilalui oleh kapal penumpang yang sesekali terdengar melindas.
 |
Rumah dari bahan kayu jati ini merupakan kediaman pria yang mengembangkan industri sutra di Thailand
|
 |
Di seberang kanal yang masih aktif ini dulunya terdapat komunitas perajin tenun Muslim |
Rumah Tradisional yang Dirakit Ulang dengan Sentuhan Pribadi
Pembangunan rumah kediaman Jim Thompson dimulai pada tahun 1958. Dengan latar belakang pendidikan arsitektur yang dimilikinya, ia merancang sendiri rumah ini dengan cara yang tak lazim yaitu merakit kembali enam rumah tradisional Thailand yang sebagian besar berasal dari Ayutthaya dan diangkut melalui jalur sungai. Menariknya, ruang tamu utama berasal dari salah satu rumah milik perajin tenun Ban Krua, komunitas yang sangat berjasa dalam kebangkitan industri sutra Thailand. Rumah ini seluruhnya terbuat dari kayu jati dan mengikuti gaya rumah panggung tradisional. Meski demikian, Jim Thompson tidak sepenuhnya mengesampingkan gaya Barat. Ia menyelipkan elemen desain modern seperti tangga dalam ruangan yang tidak lazim dalam arsitektur rumah Thai klasik, yang biasanya menempatkan tangga di luar bangunan. Perpaduan antara warisan budaya lokal dan visi pribadinya menghasilkan sebuah kompleks rumah kayu bercat merah tua, lengkap dengan atap runcing khas Thailand dan taman rindang yang mengelilinginya.
Dahulu, rumah ini menjadi tempat Jim Thompson menjamu tamu-tamu penting dari berbagai penjuru dunia. Kini, rumah tersebut difungsikan sebagai museum yang menyimpan koleksi seni pribadinya yang mencerminkan hasil perjalanan dan ketertarikannya terhadap budaya Asia Tenggara. Di dalamnya, pengunjung bisa melihat vas keramik Tiongkok, patung kayu dan gerabah dari Thailand, serta patung-patung kuno dari Myanmar dan Kamboja. Dinding-dinding rumah dihiasi lukisan klasik bertema religius dan budaya, beberapa bahkan berusia ratusan tahun. Koleksi lainnya termasuk peta-peta tua peninggalan masa tugasnya di OSS, yang memberi gambaran tentang situasi geopolitik saat itu. Beberapa perabot orisinal seperti meja tulis, ranjang, dan kursi santai miliknya juga masih terawat dan dipamerkan kepada publik.
 |
Rumah ini disusun dari enam rumah tradisional dari kayu jati yang dirakit di lokasi ini pada tahun 1959 |
 |
Ruang tamu ini menjadi cerminan bagaimana rancangan budaya timur berpadu dengan budaya barat |
Menjelajah Rumah Dengan Tur Berpemandu
Untuk menjelajahi bagian dalam rumah utama, pengunjung wajib mengikuti tur berpemandu karena kunjungan mandiri tidak diperbolehkan. Tur tersedia dalam beberapa bahasa, seperti Inggris, Thai, Prancis, Jepang, dan Mandarin. Anda bisa memilih bahasa tur sesuai jadwal dan ketersediaan pemandu saat pembelian tiket. Sebelum masuk ke bangunan utama, pengunjung juga diwajibkan melepas alas kaki. Tersedia loker atau tempat penitipan untuk tas besar dan barang bawaan lainnya. Pengalaman mengikuti tur ini terasa seperti masuk ke mesin waktu. Setiap ruangan yang dilewati seolah membawa kita kembali ke masa ketika Jim Thompson masih tinggal di rumah ini. Meski sebagian ruangan dilengkapi pendingin udara, ada juga area yang tetap terasa agak panas sesuai dengan iklim Bangkok. Namun, desain rumah tropis dengan langit-langit tinggi dan jendela besar membantu sirkulasi udara alami tetap terjaga.
 |
Keramik Tiongkok koleksi Jim Thompson ini mencerminkan kecintaannya yang mendalam terhadap kesenian Asia |
 |
Karya seni dari berbagai penjuru Asia Tenggara menghadirkan kekayaan budaya di setiap sudut rumah |
Warisan yang Masih Menyisakan Misteri
Di balik keindahan rumah kayu jati tradisional ini, tersimpan sebuah misteri yang belum terpecahkan hingga kini. Pada tahun 1967, saat sedang berlibur di kawasan Cameron Highlands, Malaysia, Jim Thompson tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Upaya pencarian besar-besaran telah dilakukan, namun hasilnya nihil. Hilangnya Thompson mengejutkan publik Thailand maupun dunia internasional, dan memunculkan berbagai teori, mulai dari dugaan penculikan atau pembunuhan terkait masa lalunya di OSS, hingga kemungkinan diserang hewan liar atau mengalami kecelakaan di alam bebas. Sampai saat ini, misteri tersebut belum menemukan jawaban pasti.
Kini, rumah ini bukan sekadar museum, tetapi juga sebuah monumen hidup yang mengenang perjalanan hidup Jim Thompson di Thailand. Setiap ruangan, benda seni, dan detail arsitektur mencerminkan kecintaannya pada budaya dan kerajinan tradisional Thai. Tak jauh dari bangunan utama, toko sutra Jim Thompson tetap berdiri dan melanjutkan visinya yaitu memperkenalkan sutra Thailand ke panggung dunia. Lebih dari sekadar rumah bersejarah, tempat ini menawarkan pengalaman budaya yang unik, di mana seni, arsitektur, misteri, dan semangat hidup berpadu dalam satu ruang yang tak lekang oleh waktu.
 |
Ukiran panel kayu ini dulunya menjadi contoh pola bagi motif tenun sutra |
Jim Thompson House Museum
Museum Rumah Jim Thompson
Lokasi 6 Soi Kasemsan 2, Rama 1 Road, Pathumwan, Bangkok, Thailand
Jam Operasional
Setiap Hari, 10.00 sampai dengan 17.00
(Tur berpemandu terakhir pada jam 17.00)
* (Waktu dalam THA = Thailand Standard Time GMT+7)
Tiket Masuk
Dewasa - 250 Baht
Anak-anak (usia 10 sampai dengan 21 tahun) - 150 Bath
Anak-anak (usia di bawah 10 tahun) - Gratis
Comments
Post a Comment