Perjalanan Penuh Tantangan ke Bekasi
Salah satu kunjungan ziarah yang paling menantang dalam Tahun Yubelium ini adalah perjalanan saya ke beberapa gereja Katolik di Bekasi, Jawa Barat. Kota penyangga yang sibuk ini, terletak di sebelah timur Jakarta dan termasuk dalam kawasan metropolitan Jabodetabek, menjadi tempat tinggal banyak warga komuter yang setiap hari bepergian untuk bekerja di ibu kota. Saya memang sudah merencanakan kunjungan ke Bekasi sebagai bagian dari ziarah Yubelium ke gereja-gereja di Dekanat Bekasi. Untuk perjalanan ini, saya memilih menggunakan KRL Commuter Line—berangkat dari Stasiun Kalideres di dekat rumah dengan KRL jurusan Tangerang, transit di Stasiun Duri, lalu melanjutkan perjalanan dengan KRL jalur Cikarang hingga Stasiun Bekasi Timur.
Namun yang tidak saya perhitungkan adalah padatnya arus penumpang menuju Bekasi pada hari libur tersebut. Bahkan saat menunggu di Stasiun Kalideres, peron sudah dipenuhi penumpang, sementara langit mulai mendung pertanda kemungkinan akan turun hujan. Lebih dari sekali saya terpikir untuk membatalkan perjalanan, tetapi setelah berdoa singkat saya memberanikan diri melanjutkan dan naik ke KRL Tangerang yang penuh sesak. Situasi semakin sulit di Stasiun Duri, salah satu titik transit utama, di mana saya kembali tidak menemukan kursi kosong di kereta dan akhirnya harus berdiri hampir satu setengah jam hingga tiba di Bekasi. Sesampainya di sana, saya sempat lega karena perjalanan panjang di kereta ini akhirnya berakhir—namun tantangan berikutnya langsung menanti. Ketika saya mulai berjalan dari stasiun menuju gereja, rintik hujan turun membasahi jalan.
 |
Paroki Bekasi merupakan paroki terbesar di Bekasi dengan jumlah umat terbanyak di Keuskupan Agung Jakarta
|
 |
Gereja sederhana yang seringkali disebut Gereja Terminal ini dapat menampung 1,500 orang |
Paroki Terbesar di Wilayah Dekenat Bekasi
Karena saya tidak membawa payung, saya pun bergegas menuju Paroki Bekasi yang berjarak hampir satu kilometer dari stasiun. Dalam perjalanan, saya melewati Terminal Bekasi yang ramai yang merupakan pusat transportasi umum utama di kota ini. Karena letaknya yang berada di belakang terminal, dan banyak umat yang datang dengan angkutan umum melalui terminal ini, gereja ini kadang dijuluki “Gereja Terminal.” Namun jangan terkecoh dengan julukan itu ataupun tampilan arsitektur luarnya yang sederhana. Paroki Bekasi, dengan 27.000 umat, merupakan paroki dengan umat terbesar di Keuskupan Agung Jakarta. Seiring waktu, sebagai paroki tertua di kota ini, Paroki Bekasi bahkan telah melahirkan beberapa paroki baru di wilayah Bekasi, sebuah bukti pertumbuhan pesat kota ini sekaligus semaraknya kehidupan umat Katolik di dalamnya.
Asal-usul Paroki Bekasi dapat ditelusuri sejak tahun 1950-an, ketika Mgr. Adrianus Djajasepoetra, S.J., yang saat itu menjabat sebagai Uskup Agung Jakarta, memasukkan Bekasi ke dalam wilayah yurisdiksi Keuskupan Agung Jakarta. Langkah ini didorong oleh peran Bekasi yang semakin berkembang sebagai kota penyangga dan daerah komuter Jakarta. Pada dekade 1960-an, berdirilah Sekolah Katolik Strada Budi Luhur, dan tak lama kemudian Misa rutin mulai dirayakan di sekolah tersebut. Dengan hadirnya perumahan-perumahan baru di berbagai kawasan Bekasi, jumlah umat Katolik terus bertambah. Hingga akhirnya, pada tahun 1979, stasi Bekasi secara resmi ditingkatkan statusnya menjadi sebuah paroki penuh.
 |
Pintu masuk gereja ini dihiasi dengan penggambaran Keempat Penginjil dari kaca patri yang indah |
 |
Panti iman gereja ini menampilkan kaca patri Yesus Kristus yang bangkit di bagian atas |
Sejarah Pembangunan Gereja Arnoldus Janssen
Beberapa tahun kemudian, setelah proses perencanaan dan proyek konstruksi untuk membangun sebuah gereja yang layak untuk Paroki Bekasi, pada tahun 1987 Gereja Santo Arnoldus Janssen selesai didirikan dan ditahbiskan oleh Mgr. Leo Soekoto, S.J., yang saat itu menjabat sebagai Uskup Agung Jakarta. Bangunan utama gereja ini dirancang oleh PT. Griyantara Architects dengan mengadopsi gaya tradisional Joglo Jawa, sebagai simbol harmoni antara budaya lokal dan iman Katolik, dengan kapasitas sekitar 1.500 umat. Pembangunan gereja di luar kota Jakarta ini terwujud berkat kerja keras penggalangan dana dan gotong royong umat, yang sebagian besar berasal dari kalangan menengah ke bawah. Bagi saya, hal ini menjadi sebuah kesaksian indah tentang betapa besar semangat dan dedikasi umat bagi terbangunnya rumah doa mereka.
Sebagai paroki besar di Bekasi, sejak awal paroki ini didirikan, Paroki Bekasi memegang peran penting dalam dekenat, sekaligus menjadi pusat rohani sekaligus penggerak bagi umat Katolik di kota yang berkembang pesat ini. Seiring bertambahnya jumlah umat, gereja kemudian mengalami renovasi besar yang rampung pada tahun 2011 dan diberkati kembali oleh Uskup Agung Jakarta saat ini, Kardinal Ignatius Suharyo. Pembaruan ini tidak hanya menjawab kebutuhan fasilitas modern, tetapi juga tetap menjaga karakter khas bangunannya. Penahbisan kembali tersebut menandai babak baru dalam perjalanan paroki yang besar ini sekaligus meneguhkan perannya sebagai salah satu pilar utama kehidupan Katolik di Bekasi. Dari paroki inilah kemudian tumbuh benih-benih iman yang melahirkan sejumlah paroki baru di wilayah Bekasi dan sekitarnya.
 |
Penggambaran St. Arnoldus Janssen yang diapit St. Anna and St. Yoakim, orang tua Bunda Maria |
 |
Sejak diresmikan pada tahun 1979, Paroki Bekasi dilayani oleh para pastor dari Serikat Sabda Allah (SVD) |
Teladan Santo Arnoldus Janssen Sang Pendiri SVD
Gereja ini diberi nama sesuai dengan Santo Arnoldus Janssen (1837–1909) selaku pelindung gereja, seorang imam Katolik Jerman-Belanda, misionaris, sekaligus pendiri Serikat Sabda Allah (Latin: Societas Verbi Divini), yang lebih dikenal dengan nama SVD atau Misionaris Verbita. Imam-imam dari tarekat ini telah melayani paroki sejak awal berdirinya pada tahun 1979. Arnoldus lahir dalam keluarga Katolik pada 5 November 1837 di Goch, wilayah Rhineland dekat perbatasan Belanda. Sejak muda, ia dikenal sebagai murid yang cerdas. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Katolik Augustinianum di Gaesdonck, ia menempuh studi filsafat di Akademi Münster, lalu melanjutkan ke Universitas Bonn. Sesudah ditahbiskan sebagai imam untuk Keuskupan Münster, ia diutus menjadi guru sekolah menengah di kota Bocholt, mengajar fisika sekaligus katekismus.
Pada tahun 1875, di tengah situasi Kulturkampf, di mana terjadi konflik antara negara dan Gereja yang membuat banyak tarekat dilarang dan seminari ditutup di Jerman, Arnoldus justru mendirikan SVD di Steyl, Belanda. Tiga tahun kemudian, Serikat ini mendapat pengakuan dari Paus Leo XIII. Lebih dari seabad kemudian, pada 5 Oktober 2003, Arnoldus Janssen dikanonisasi oleh Paus Yohanes Paulus II. Kini, SVD berkembang menjadi salah satu tarekat misionaris terbesar di Gereja Katolik, dengan lebih dari 6.000 anggota yang berkarya di lebih dari 70 negara, termasuk Indonesia. Di bagian dalam gereja terdapat jendela kaca patri indah yang bergambar Santo Arnoldus Janssen, dengan kutipan terkenalnya pada bagian bawah: “Entah dari rumah ini akan dihasilkan sesuatu, hanya Allah yang tahu.” Kata-kata ini mencerminkan kerendahan hati sekaligus kepercayaan penuh pada penyelenggaraan ilahi ketika ia mendirikan Serikat Sabda Allah di Steyl.
 |
Gua Maria Fatima ini menjadi tempat yang ramai dikunjungi untuk memanjatkan doa
|
 |
Jalan Salib di taman ini mengajak umat untuk berhenti sejenak dan merenung dalam doa
|
Perjalanan yang Penuh Inspirasi dan Makna
Di gereja ini sebenarnya terdapat dua gua Maria: satu yang lebih lama terletak di bagian belakang, dan satu lagi yang lebih baru bernama Gua Bunda Maria dari Fatima yang berada di samping, berdampingan dengan Jalan Salib. Di area ini juga terdapat sebuah kapel kecil, sementara Ruang Adorasi berada di pastoran paroki. Kedua gua tersebut, khususnya Gua Fatima, menjadi tempat doa yang cukup populer bagi umat, yang sering datang untuk menyalakan lilin dan memohon doa perantaraan Bunda Maria.
Karena perjalanan menuju gereja ini tidaklah mudah, kunjungan saya ke Paroki Bekasi menjadi salah satu pengalaman yang paling berkesan selama Tahun Yubelium ini. Saya masih ingat ketika tiba di gereja, disambut oleh petugas penyambut, bahkan sempat meminta izin kepadanya untuk duduk sebentar di luar hanya demi mengatur napas. Akhirnya, ketika saya melangkah masuk melalui Porta Sancta, itulah saat penuh kelegaan dan rasa syukur — bersyukur karena akhirnya dapat mencapai dan memasuki gereja ini.
Seperti yang pernah dikatakan St. Arnoldus Janssen pada peresmian Rumah Misi di Steyl: “Entah dari rumah ini akan dihasilkan sesuatu, hanya Allah yang tahu. Namun kita mengucap syukur kepada Pemberi segala kebaikan karena telah menolong kita dengan awal ini.” Kata-kata penuh kerendahan hati ini bukan hanya mencerminkan kepercayaannya pada penyelenggaraan Ilahi, tetapi juga semangat yang saya rasakan dalam perjalanan menuju paroki ini. Apa yang dimulai sebagai perjalanan yang melelahkan dan penuh tantangan akhirnya menjadi salah satu kunjungan paling berkesan selama Tahun Yubelium ini — sebuah pengingat bahwa setiap awal, sekecil apa pun, selalu berada dalam tangan Allah.
Paroki Bekasi
Gereja Santo Arnoldus Janssen
Lokasi Jalan Lapangan Serbaguna RT.002/RW.009, Margahayu, Bekasi Timur, Bekasi, Jawa Barat
Jadwal Misa Mingguan
Sabtu, 17.00 WIB
Minggu, 06.00 WIB, 08.30 WIB, 17.00 WIB
Comments
Post a Comment